From: indonesia-p@indopubs.com
Date: Sun Oct 28 2001 - 20:26:25 EST
________________________________________
X-URL: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0110/29/UTAMA/mini01.htm
>Senin, 29 Oktober 2001
Perubahan Ketiga UUD 1945
Minim Partisipasi Publik
Jakarta, Kompas
Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 belum cukup memadai
untuk menampung sistem politik yang betul-betul mampu menjamin
demokrasi dan belum menampung partisipasi publik. Untuk itu, jika
Sidang Tahunan (ST) MPR tanggal 1-10 November 2001 belum bisa
mengesahkan perubahan ketiga konstitusi, tidak perlu khawatir. Namun
demikian, kegagalan MPR menyepakati perubahan ketiga UUD 1945
mengindikasikan makin perlunya sebuah komisi konstitusi.
Demikian pandangan yang dihimpun Kompas dari peneliti Centre for
Strategic and International Studies (CSIS) Dr Kusnanto Anggoro dan
peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris,
secara terpisah, di Jakarta, Sabtu (27/10).
Sebelumnya, Wakil Ketua Panitia Ad Hoc (PAH) I Badan Pekerja (BP) MPR
Rully Chaerul Azwar (Fraksi Partai Golkar) memperkirakan peluang
perubahan ketiga UUD 1945 kecil sekali karena terdapat perbedaan yang
tajam antara Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP)
dengan Fraksi Partai Golkar mengenai substansi perubahan UUD 1945.
(Kompas, 27/10)
Kusnanto mengatakan, target untuk penyelesaian UUD itu baru pada
Agustus 2002. "Jadi kalau seandainya besok pada Sidang Tahunan MPR itu
gagal untuk perubahan ketiga, menurut saya, lebih bersifat psikologi,"
katanya.
Yang dimaksud dengan lebih bersifat psikologi itu, lanjut Kusnanto,
adalah kemungkinan besar lebih banyak tekanan baru untuk membentuk
komisi konstitusi. Jadi, implikasi politiknya untuk perubahan ketiga
itu sendiri tidak terlalu banyak, mengingat bahwa sebenarnya sampai
sekarang apa yang dihasilkan oleh perubahan ketiga itu belum cukup
memadai.
Ditambahkan, sistem politik Indonesia harus dibenahi. Hubungan antara
presiden dan DPR perlu lebih jelas. Demikian pula mekanisme pemilihan
presiden, karena banyak orang yang menginginkan supaya presiden
dipilih langsung. Sampai sekarang belum ada kesepakatan mengenai hal
tersebut, termasuk di dalam perubahan ketiga pun sesungguhnya masalah
itu belum banyak dibahas. Padahal pemilihan presiden langsung akan
memberi banyak manfaat. Sekurang-kurangnya nanti presiden sudah tidak
lagi memiliki persoalan legitimasi.
"Amandemen sudah dilakukan sejak tahun 1999 dan telah berlangsung dua
kali. Tiga kali nanti bulan depan. Secara keseluruhan, saya kira masih
perlu ditinjau ulang sebelum akhirnya pada bulan Agustus 2002 itu
disahkan. Sekarang juga masih muncul kontroversi. Betulkah perubahan
amandemen kesatu, kedua, ketiga, benar-benar cukup memadai untuk
menampung sistem politik yang benar-benar mampu menjamin demokrasi.
Itu kan belum," ujar Kusnanto.
Partisipasi publik
Selain itu, katanya, masih ada juga persoalan bahwa perubahan yang
selama ini dilakukan secara tertutup atau kurang terbuka itu belum
cukup banyak menampung partisipasi publik, sehingga masih banyak pihak
yang menghendaki supaya ada pembentukan komisi konstitusi.
"Terus terang, saya tidak terlalu khawatir kalau seandainya pada
Sidang Tahunan MPR nanti amandemen ketiga gagal disepakati, karena
masih cukup waktu. Sebenarnya itu cukup untuk berpikir ulang, terutama
untuk mekanismenya, karena selama ini lebih banyak menggunakan
instrumen yang ada di MPR, seperti BP MPR, Panitia Ad Hoc, ditambah
dengan beberapa konsultasi dengan pakar, tetapi partisipasi publik
saya kira belum cukup," ucap Kusnanto.
Menurut dia, banyak kalangan yang telah merancang dan berpikir tentang
perubahan konstitusi. Yang lebih penting, lanjutnya, konstitusi
terlalu besar untuk diputuskan oleh MPR. Ia menyarankan supaya
perubahan itu melalui referendum. Pada prinsipnya, konstitusi itu
untuk kepentingan dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu,
sebaiknya konstitusi disusun oleh sebuah institusi yang relatif
independen.
"Nah, yang ada di Panitia Ad Hoc MPR, saya kira ada banyak sekali
kepentingan politiknya. Betul kepentingan politik itu diminimalisasi
dengan melibatkan partisipasi para pakar, tetapi itu belum cukup untuk
menampung beberapa varian dari rancangan undang-undang yang pernah
disusun beberapa kelompok," katanya.
Komisi konstitusi, menurut Kusnanto, merupakan keharusan yang tidak
bisa dihindari. Tentu saja harus disepakati satu hal bahwa komisi
konstitusi adalah yang menyusun rancangan konstitusi tetapi bukan yang
memutuskannya. Yang memutuskan tentu saja MPR sesuai UUD 1945, sesuai
dengan otoritas politik yang dimiliki lembaga itu. Tetapi,
sekurang-kurangnya materi bisa dipersiapkan lebih khusus oleh komisi
konstitusi.
Soal anggota-anggota MPR yang tidak setuju dengan pembentukan komisi
konstitusi independen, lanjut Kusnanto, sesungguhnya harus dibedakan
betul komisi konstitusi sebagai institusi yang semata-mata merancang
dan mempersiapkan draf dengan MPR.
Bebas partai
Sjamsuddin Haris mengemukakan pandangan serupa. Apabila tidak dicapai
kesepakatan dalam ST MPR untuk mengamandemen pasal krusial dalam UUD
1945, maka hal ini menunjukkan dibutuhkannya suatu komisi konstitusi.
Komisi konstitusi ini diharapkan merupakan suatu komisi konstitusi
yang independen, terbebas dari kepentingan partai politik. "Amandemen
konstitusi yang gagal dilakukan oleh MPR merupakan suatu pertanda
diperlukannya suatu komisi konstitusi yang independen, sehingga kita
tidak terjebak pada kepentingan masing-masing partai politik," kata
Sjamsuddin.
Komisi konstitusi itu sendiri sudah diputuskan oleh Badan Pekerja MPR
menjadi pokok bahasan yang akan dibicarakan dalam ST MPR.
Menurut dia, semua pasal krusial seperti sistem perwakilan apakah
bikameral atau tidak, atau mekanisme pemilihan presiden langsung atau
tidak, sudah menjadi semacam keniscayaan.
Pasal 2 Ayat (1) yang dirancang PAH I BP MPR misalnya membuat dua
alternatif. Alternatif pertama berbunyi: Majelis Permusyawaratan
Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan
Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum, ditambah dengan
utusan golongan yang diatur menurut ketentuan undang-undang.
Alternatif kedua berbunyi: Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas
Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah yang anggotanya
dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan
undang-undang
Mengenai sistem pemilihan presiden/wakil presiden, PAH I BP MPR juga
telah menyiapkan amandemennya pada Pasal 6A Ayat (1) yang berbunyi:
Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu paket secara langsung
oleh rakyat.
"Pasal-pasal itu akan menjadi payung bagi reformasi politik dan
konstitusi yang kita agendakan sejak 2-3 tahun. Kalau itu gagal, maka
agenda reformasi itu tertunda-tunda kembali. Kalau misalnya amandemen
ketiga gagal untuk menetapkan sistem perwakilan dan sistem pemilihan
presiden, itu menunjukkan kita membutuhkan komisi konstitusi untuk
melakukan amandemen secara serius," kata Sjamsuddin.
Yakin terwujud
Anggota Panitia Ad Hoc (PAH) I Badan Pekerja (BP) MPR-yang
mempersiapkan rancangan perubahan konstitusi-Baharuddin Aritonang
mengakui, memang peluang disetujuinya perubahan pasal-pasal yang
krusial dalam perubahan ketiga UUD 1945 sangat kecil. Namun, bukan
berarti ST MPR tahun 2001 tidak bakal dapat menetapkan perubahan
ketiga konstitusi. Perubahan ketiga UUD 1945 tetap dapat terwujud
dalam ST MPR tahun ini.
"Saya percaya, perubahan ketiga UUD 1945 tetap dapat diwujudkan dalam
ST MPR tahun 2001. Sebab, dalam rancangan perubahan ketiga itu ada
sejumlah pasal yang sudah disepakati semua fraksi. Tak ada lagi
alternatif. Ini kan bisa ditetapkan sebagai perubahan ketiga pada ST
MPR. Tetapi, memang untuk pasal yang krusial, seperti soal pemilihan
presiden/wakil presiden, DPR, MPR, dan DPD (Dewan Perwakilan
Daerah-Red), saya pun tak terlalu percaya semua bisa disahkan dalam ST
MPR ini," papar Aritonang.
Kalau pasal krusial itu yang didulukan pembahasannya, Aritonang
mengakui, memang kecil kemungkinan terjadi perubahan UUD 1945. Namun,
kemungkinan MPR akan mendahulukan pembahasan pasal-pasal dalam
perubahan ketiga UUD 1945 yang sudah tak ada masalah, seperti pasal
mengenai pemilihan umum, pemerintah daerah, Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), dan hal keuangan. "Pasal-pasal itu kan dapat diputuskan dulu.
Artinya, perubahan ketiga UUD 1945 tetap dapat disahkan," ungkapnya.
Mengenai pasal yang krusial, Aritonang mengakui, sesuai dengan
Ketetapan (Tap) Nomor IX/MPR/2000 masih ada masa setahun lagi untuk
membahas dan mengesahkannya. "Perubahan UUD 1945 sesuai Tap MPR itu
masih mungkin sampai tahun 2002. Jadi, masih ada masa setahun lagi.
Tetapi, memang waktunya mepet untuk membahas perubahan tiga
undang-undang (UU) bidang politik," jelas anggota Fraksi Partai
Golongan Karya (F-PG) tersebut. (tra/bur/lok)
________________________________________
Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dari Wikisource Indonesia, perpustakaan bebas berbahasa Indonesia
Langsung ke: navigasi, cari
← Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
→
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara, serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengubah dan/atau menambah Pasal 1 Ayat (2) dan (3); Pasal 3 Ayat (1), (3) dan (4); Pasal 6 Ayat (1) dan Ayat (2); Pasal 6A Ayat (1), (2), (3) dan (5); Pasal 7A, Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6) dan (7); Pasal 7C, Pasal 8 Ayat (1) dan (2), Pasal 11 Ayat (2) dan (3); Pasal 17 Ayat (4), Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3) dan (4); Pasal 22D Ayat (1), (2), (3) dan (4); Bab VIIB, Pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6);Pasal 23 Ayat (1), (2) dan (3); Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA, Pasal 23E Ayat (1), (2) dan (3); Pasal 23F Ayat (1) dan (2); Pasal 23G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat (1) dan (2), Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4) dan (5); Pasal 24B Ayat (1), (2), (3) dan (4); dan Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga selengkapnya menjadi berbunyi sebagai berikut:
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Pasal 1
• 2 Pasal 3
• 3 Pasal 6
• 4 Pasal 6A
• 5 Pasal 7A
• 6 Pasal 7B
• 7 Pasal 7C
• 8 Pasal 8
• 9 Pasal 11
• 10 Pasal 17
• 11 BAB VIIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH
o 11.1 Pasal 22C
o 11.2 Pasal 22D
• 12 BAB VIIB PEMILIHAN UMUM
o 12.1 Pasal 22E
o 12.2 Pasal 23
o 12.3 Pasal 23A
o 12.4 Pasal 23C
• 13 BAB VIIIA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
o 13.1 Pasal 23E
o 13.2 Pasal 23F
o 13.3 Pasal 23G
• 14 Pasal 24
• 15 Pasal 24A
• 16 Pasal 24B
• 17 Pasal 24C
[sunting] Pasal 1
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.
[sunting] Pasal 3
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(4) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.
[sunting] Pasal 6
(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 6A
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.
[sunting] Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
[sunting] Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.
[sunting] Pasal 7C
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
[sunting] Pasal 8
(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.
[sunting] Pasal 11
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 17
(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.
[sunting] BAB VIIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH
[sunting] Pasal 22C
(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.
(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 22D
(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti
(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
[sunting] BAB VIIB PEMILIHAN UMUM
[sunting] Pasal 22E
(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 23
(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
[sunting] Pasal 23A
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 23C
Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.
[sunting] BAB VIIIA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
[sunting] Pasal 23E
(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.
(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 23F
(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.
[sunting] Pasal 23G
(1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 24
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
[sunting] Pasal 24A
(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 24B
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 24C
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.
(5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.
Naskah perubahan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-7 (Lanjutan 2) tanggal 9 November 2001 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 9 November 2001
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
Ketua,
Prof. Dr. H.M. Amien Rais, M.A.
Wakil Ketua,
Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita
Ir. Sutjipto
Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal, S.Pd.
Drs. H.M. Husnie Thamrin
Drs. H.A. Nazri Adlani
Agus Widjojo
Jual Game Dan Software
Toko Game dan Sotware Online TheRealLivingDeal, Ayo beli game atau software-software disini, kami menyediakan banyak sekali game dan software murah lengkap dan update terus setiap bulannya!!!. berminat untuk membeli di toko online kami? lihat tab "Toko Jual Game dan Software" di atas dan pilih tab "List Game dan Software"
Download Launcher Farmuhan Blog for Android
Minggu, 30 November 2008
[NEWS] KMP - Perubahan Ketiga UUD 1945, Minim Partisipasi Publik
PENUTUPAN
SESUDAH ANDA MEMBACA BLOG SAYA INI, SILAHKAN KUNJUNGI BLOG SAYA YANG LAIN. SILAHKAN LIHAT BLOG SAYA YANG LAIN DI PROFIL SAYA.
SESUDAH ANDA MEMBACA BLOG SAYA INI, SILAHKAN ANDA MENGAMALKAN APA SAJA YANG TERKANDUNG DIDALAMNYA.
JANGAN LUPA ANDA MEMBERI KOMENTAR DI BLOG SAYA INI
TERIMA KASIH
tertanda
si pembuat blog
fajar muhammad farhan
SESUDAH ANDA MEMBACA BLOG SAYA INI, SILAHKAN ANDA MENGAMALKAN APA SAJA YANG TERKANDUNG DIDALAMNYA.
JANGAN LUPA ANDA MEMBERI KOMENTAR DI BLOG SAYA INI
TERIMA KASIH
tertanda
si pembuat blog
fajar muhammad farhan
UCAPAN TERIMA KASIH
UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA:
Ø ALLAH YANG MAHA ESA
Ø NABI BESAR MUHAMMAD SAW.
Ø KEPADA ORANG TUAKU
Ø KEPADA SAUDARA DAN KELUARGAKU
Ø KEPADA TEMAN-TEMANKU YANG BAIK HATI DAN SENANG BERTEMAN DENGANKU
Ø KEPADA SEMUA WEBSITE DISELURUH DUNIA YANG TELAH MENGEMBANGKAN BLOGKU
Ø KEPADA BAND-BAND DI SELURUH NUSANTARA
Ø KEPADA GURU-GURUKU YANG SENANG MENGAJARIKU
Ø KEPADAMU YANG SETIA MEMBACA BLOGKU DAN MENGAMALKAN APA YANG ADA DIDALAMNYA
Daftar Semua Post
- ► 2012 (586)
- ► 2011 (1101)
0 komentar:
Posting Komentar