Anieq Nisrina Shofwan Love Fajar Muhammad Farhan Forever 01/11/08 ~ Dunia Software dan Berita Unik TheRealLivingDeal

Game Shop TheRealLivingDeal

Toko Game dan Sotware Online TheRealLivingDeal, Ayo beli game atau software-software disini, kami menyediakan banyak sekali game dan software murah lengkap dan update terus setiap bulannya!!!. berminat untuk membeli di toko online kami? lihat tab "Toko Jual Game dan Software" di atas dan pilih tab "List Game dan Software" untuk melihat list game kami yang tersedia.
AYO BELI GAME DISINI, MURAH MERIAH DAN HEMAT.

Customer Service Admin

Steamprofile badge by Steamprofile.com

Jual Game Dan Software


Toko Game dan Sotware Online TheRealLivingDeal, Ayo beli game atau software-software disini, kami menyediakan banyak sekali game dan software murah lengkap dan update terus setiap bulannya!!!. berminat untuk membeli di toko online kami? lihat tab "Toko Jual Game dan Software" di atas dan pilih tab "List Game dan Software"

Download Launcher Farmuhan Blog for Android

Minggu, 30 November 2008

[Nasional] Perubahan Keempat UUD 1945 Disahkan

Ambon nasional@polarhome.com
Sun Aug 11 00:36:30 2002
• Previous message: [Nasional] DAFTAR PANJANG
• Next message: [Nasional] Kata "Pribumi" Undang Perdebatan
• Messages sorted by: [ date ] [ thread ] [ subject ] [ author ]
________________________________________
-----------------------------------------------------------------------
Mailing List "NASIONAL"
Diskusi bebas untuk semua orang yang mempunyai perhatian terhadap
eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tolak Penerapan Syariat Islam kedalam UUD45 untuk hari ini dan besok !
-----------------------------------------------------------------------
Kompas
Minggu, 11 Agustus 2002

Perubahan Keempat UUD 1945 Disahkan

KOMPAS/DANU KUSWORO

Jakarta, Kompas - Sidang Tahunan (ST) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2002, Sabtu (10/8) malam pukul 23.55, akhirnya mengesahkan Perubahan Keempat
Undang-Undang (UUD) 1945, termasuk mengesahkan sejumlah pasal "sensitif"
seperti pasal tentang agama dan komposisi MPR. Penentuan komposisi MPR
dengan konsekuensi hilangnya Fraksi Utusan Golongan (F-UG) di MPR mulai
tahun 2004 dilakukan melalui voting terbuka.Pengesahan dua butir terakhir
mengenai Aturan Tambahan sempat tertunda menyusul interupsi dari anggota
Fraksi TNI/ Polri AR Gaffar. Ia menghendaki agar Komisi Konstitusi bisa
dimasukkan dalam salah satu pasal dalam Aturan Tambahan. Interupsi untuk
mendukung atau menolak keinginan Fraksi TNI/Polri itu datang silih berganti.
Ketua MPR Amien Rais yang memimpin sidang akhirnya memutuskan untuk
melakukan lobi antara pimpinan fraksi dan pimpinan komisi. Setelah dilakukan
lobi lebih dari 90 menit, sidang dibuka kembali pukul 23.45. Dua aturan
tambahan itu akhirnya disetujui MPR untuk disahkan.
Begitu dua aturan tambahan disahkan, Ketua MPR mempersilakan Ketua Fraksi
TNI/ Polri Slamet Supriyadi menyampaikan usulan penambahan pasal mengenai
Komisi Konstitusi. Rumusan pasal tambahan yang disampaikan itu berbunyi:
"Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga, dan Keempat UUD 1945 diberlakukan sejak
ditetapkan sampai dengan tahun 2004 untuk mengantar rakyat Indonesia
melaksanakan Pemilu 2004 dan disempurnakan oleh badan/panitia/komisi yang
dibentuk oleh Majelis Tahun 2002 dan melaporkan hasilnya kepada MPR hasil
Pemilu 2004."
Amien Rais mengusulkan agar rumusan pasal itu diputuskan melalui voting. Ia
kemudian mengusulkan agar sidang diskors 30 menit, agar masing-masing
anggota MPR bisa mencerna rumusan pasal tambahan yang diusulkan Slamet.
Sebelum sidang diskors, beberapa interupsi terjadi untuk mendukung dan
menolak usulan tambahan dari Fraksi TNI/Polri.
Sidang dibuka kembali pukul 01.20 dan begitu sidang dibuka Slamet Supriyadi
melakukan interupsi. Ia maju ke mimbar dan mengatakan Fraksi TNI/Polri tidak
berniat menghambat proses amandemen UUD 1945. Dengan kerendahan hati, Slamet
pun menarik usulannya soal pembentukan Komisi Konstitusi di dalam Aturan
Tambahan UUD 1945.
Kemudian diputuskan Komisi Konstitusi dibentuk melalui Tap MPR.
Dengan disahkannya seluruh perubahan konstitusi, Indonesia memasuki era
konstitusi baru yang akan mengubah secara drastis sistem ketatanegaraan yang
selama ini menggunakan naskah asli UUD 1945. Sistem ketatanegaraan baru itu
antara lain ditandai dengan adanya bikameral di parlemen dengan hanya
mengakomodir Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah
(DPD), pemilihan presiden langsung oleh rakyat baik untuk putaran pertama
maupun kedua, hapusnya lembaga tertinggi negara (MPR) yang tidak lagi
memegang kedaulatan rakyat.
Untuk Pasal 29 Ayat (1) dan (2) soal perlu-tidaknya tujuh kata dalam Piagam
Jakarta (syariat Islam) dicantumkan dalam konstitusi, pengambilan dilakukan
secara musyawarah-mufakat meski ada sejumlah anggota Majelis, baik atas nama
fraksi maupun perorangan, menyatakan tidak ikut serta dalam pengambilan
keputusan itu.
Kurang ditanggapi
Dalam sesi pendapat akhir fraksi, keinginan memperkuat posisi Komisi
Konstitusi-seperti yang diusulkan Fraksi TNI/ Polri-sebenarnya tidak
mendapat tanggapan dari sebagian besar fraksi di MPR. Ketika itu Fraksi
Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP), Fraksi Partai Golkar (F-PG), Fraksi
Reformasi (FR), Fraksi Utusan Daerah (F-UD), dan Fraksi Utusan Golongan
(F-UG) sepakat bahwa pembentukan Komisi Konstitusi diakomodasi lewat
Rancangan Ketetapan (Rantap) MPR.
F-PPP mengatakan, pembentukan Komisi Konstitusi pernah diusulkan pada ST MPR
2001, namun tidak mendapat tanggapan. Pembentukan Komisi Konstitusi tahun
2002 sebenarnya sudah kehilangan momentum karena dua kata itu sekarang
memiliki makna ganda.
"Pada ST MPR 2001 kami telah mengusulkan itu. Tetapi, sekarang pembentukan
Komisi Konstitusi bisa bermakna sebagai lembaga yang akan menyempurnakan
hasil-hasil perubahan UUD 1945, tetapi juga bisa dimanfaatkan justru untuk
mementahkan hasil kerja Majelis," ujar Chozin Chumaidy, juru bicara F-PPP.
Ketua F-PG Fahmi Idris menyatakan, aspirasi pembentukan Komisi Konstitusi
telah menjadi bagian keinginan fraksi di MPR, sekalipun dengan versi,
format, dan respons yang berbeda. ""Perbedaan inilah yang kemudian membawa
kita menyetujui lahirnya sebuah Rancangan Ketetapan tentang Komisi
Konstitusi. Meskipun jauh dari harapan, F-PG bisa menyetujui rancangan
ketetapan tersebut untuk ditetapkan," katanya.
F-PDI Perjuangan tidak menyebutkan secara persis di mana Komisi Konstitusi
akan diatur dan dibentuk. Juru bicara F-PDIP Arifin Panigoro hanya
mengatakan, dapat memahami dan menyetujui adanya suatu Komisi Konstitusi.
Tugas komisi melakukan kajian secara komprehensif, termasuk menyelaraskan
dan menyempurnakan hasil-hasil amandemen yang telah dilakukan dengan tetap
berpijak pada ideologi konstitusi UUD 1945.
Pasal 29
Sementara itu, terhadap Pasal 29 Ayat (1) dan Ayat (2), MPR tidak mengambil
keputusan. Dengan kata lain, MPR tidak melakukan amandemen terhadap pasal
tersebut, atau tetap sesuai dengan naskah asli UUD 1945. "Sidang Tahunan MPR
2002 memutuskan tidak mengambil keputusan terhadap Pasal 29, dengan catatan
karena ada beberapa nama yang tidak setuju. Oleh karena itu, naskah Pasal 29
tetap seperti naskah asli UUD 1945," tegas Amien Rais.
Keputusan tersebut diambil setelah dilakukan lobi sekitar 20 menit antara
pimpinan MPR, dan pimpinan fraksi khusus membicarakan Pasal 29. Dari hasil
lobi itu Amien mengungkapkan, "Fraksi-fraksi yang mengajukan alternatif
terhadap Pasal 29 dengan jiwa kenegaraan, tasamuh, dan tulus ikhlas
menyatakan menyerahkan keputusannya kepada Majelis, dan kembali kepada
naskah yang telah ada."
Selanjutnya Sidang Paripurna memberi kesempatan kepada F-PPP, Fraksi Partai
Bulan Bintang (F-PBB), Fraksi Perserikatan Daulatul Umat (F-PDU)-yang semula
mengusulkan dicantumkannya tujuh kata dalam Piagam Jakarta pada Pasal 29
Ayat (1) amandemen UUD-untuk menyampaikan pernyataannya.
Melalui juru bicaranya, Syafriansyah, F-PPP mengatakan, "Sebagai partai
politik berasas Islam, PPP terus memperjuangkan syariat Islam melalui
cara-cara demokrasi, dan itu melalui MPR sebagai lembaga konstitusi. PPP
akan terus berusaha meyakinkan fraksi-fraksi lain untuk memahami syariat
Islam, tetapi kiranya hal itu belum dapat dipahami."
Oleh karena itu, lanjut Syafriansyah, F-PPP menyerahkan kepada MPR untuk
mengambil keputusan terbaik sesuai dengan situasi dan kondisi bangsa, serta
dinamika yang ada. "PP akan memahami dan menghargai seluruh keputusan MPR.
Kami memohon maaf bila perjuangan aspirasi tuntutan hati nurani umat Islam
belum dapat diwujudkan," katanya.
Juru bicara F-PBB KH Nadjih Ahjad menyampaikan, keteguhan F-PBB untuk tetap
memilih dimasukkannya tujuh kata dalam Piagam Jakarta ke dalam Pasal 29 Ayat
(1), dan tidak akan surut ke belakang. Namun, karena perjuangan itu
menghadapi "tembok" yang belum bisa tembus, F-PBB akan menunggu sampai dapat
kembali meneruskan perjalanan hingga keinginan itu terwujud. "Oleh karena
itu, kami memohon supaya dicatat bahwa F-PBB tidak ikut serta dalam
pengambilan keputusan terhadap Pasal 29," dia menegaskan.
Hal yang sama disampaikan oleh F-PDU melalui juru bicaranya Asnawi Latif.
"UUD yang berlaku adalah UUD yang dijiwai oleh Piagam Jakarta. Oleh karena
itu, sangat disesalkan tidak diterimanya tujuh kata dalam Piagam Jakarta,"
katanya. Anggota F-PDU Hartono Mardjono bahkan meminta agar dicatat secara
khusus bahwa sebagai pribadi dia tidak ikut mengambil keputusan.
Kesempatan bicara juga diberikan kepada Fraksi Reformasi yang mengusulkan
alternatif ketiga pada amandemen Pasal 29 Ayat (1), yaitu "Negara berdasar
atas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban melaksanakan ajaran agama bagi
masing-masing pemeluknya". Juru bicara Fraksi Reformasi AM Fatwa menyatakan,
"Kami tidak ingin menghambat pengambilan keputusan secara elegan dan
demokratis yang berlangsung. Oleh karena itu, kembali ke naskah asli UUD
1945 adalah titik temunya. Kata Ketuhanan Yang Maha Esa yang tercantum dalam
pasal itu bagi kami bukan hanya sebuah statement politik, tetapi juga
statement teologis dan keimanan."
Sesaat setelah Fatwa menyampaikan pernyataannya, interupsi dilayangkan oleh
Wakil Ketua Fraksi Reformasi MPR Mutammimul'ula. "Kami tujuh orang anggota
MPR dari Partai Keadilan yang tergabung dalam Fraksi Reformasi menyadari
bahwa perjuangan kami agak sulit diterima, dan kami tidak ingin menghambat
jalannya pengambilan keputusan. Oleh karena itu, mohon dicatat bahwa kami
tidak ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan itu," tegasnya.
Pernyataan minderheidsnota (nota keberatan) juga disampaikan oleh anggota
MPR dari Partai Amanat Nasional, yang juga anggota Fraksi Reformasi,
Nurdiati Akmal, menyangkut pengambilan keputusan terhadap Pasal 29.
Menurut Wakil Ketua F-Reformasi MPR dari Partai Keadilan Tb Sunmandjaja,
rumusan Pasal 29 Ayat (1) yang diajukan oleh F-Reformasi adalah hasil kerja
bersama selama lebih dari satu tahun, dan telah disosialisasikan ke seluruh
konstituen Partai Keadilan. "Kini, tanpa pembicaraan terlebih dahulu, tanpa
ada pemungutan suara muncul pendapat lain. Daripada kami menanggung beban,
lebih baik kami tidak ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan. Ini
sebuah perjuangan tidak bisa diputuskan lewat lobi," ujar dia.
Dikatakan, Partai Keadilan menghendaki agar alternatif yang ditawarkan oleh
F-Reformasi tidak dicabut, dan menyerahkan keputusan kepada MPR.
Keberadaan F-UG
Menyangkut keberadaan F-UG di MPR, akhirnya terpaksa dilakukan voting karena
tidak ada titik temu. Sebelum menentukan keberadaan F-UG itu, terkait dengan
amandemen Pasal 2 Ayat (1) UUD 1945, dilakukan voting lebih dahulu untuk
menentukan apakah voting terhadap pasal yang terkait keberadaan F-UG dalam
MPR itu dilakukan terbuka atau tertutup. Dalam voting yang dilakukan
terbuka, sebanyak 479 anggota MPR memilih dilakukannya voting terbuka untuk
menentukan nasib F-UG. Cuma 100 anggota MPR meminta dilakukan voting
tertutup.
Keberadaan F-UG itu terkait dengan alternatif kesatu Pasal 2 Ayat (1)
Perubahan Keempat UUD 1945, yang berbunyi Majelis Permusyawaratan Rakyat
terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan
Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum, ditambah dengan utusan golongan
yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya diatur oleh
undang-undang. Alternatif ini-yang mempertahankan F-UG di MPR-hanya dipilih
oleh 122 orang wakil rakyat.
Sebagian besar anggota F-UG MPR memang memilih alternatif pertama ini.
Tetapi, Sekretaris F-UG Nursyahbani Katjasungkana lebih memilih alternatif
kedua Pasal 2 Ayat (1) Perubahan Keempat UUD 1945 yang menghapuskan F-UG.
Alternatif kedua itu berbunyi, Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas
anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang
dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Alternatif kedua ini dipilih oleh 475 orang anggota MPR.
Dari 600 anggota MPR yang memberikan hak suaranya, hanya tiga anggota yang
memilih abstain. Dengan dukungan 475 anggota, menurut Ketua MPR Amien Rais,
alternatif kedua Pasal 2 Ayat (1) Perubahan Keempat UUD 1945 yang terpilih.
Akibatnya, F-UG pun pada tahun 2004 tak lagi berada di MPR.
(pep/bur/tra/mba/sut/bdm/ely)
Search :










Berita Lainnya :
•ANALISIS IKRAR NUSA BHAKTI
•Bima Sakti Diharapkan Pulih Empat Bulan
•Dua Warga Negara Pakistan Menyelundup di Antara TKI
•Houllier Akan Bungkam Arsenal
•Kata "Pribumi" Undang Perdebatan
•Kongo Semakin Tercabik-cabik
•Lima WNI Dihukum Cambuk di Malaysia
•Mahasiswa Nyaris Bentrok dengan Aparat Kepolisian
•Mereka Belajar Mengeja Jazz
•Perubahan Keempat UUD 1945 Disahkan
•Polisi Sita Dua Karung Ecstasy
•RAKYAT BICARA
•Sidang MPR, Sidang Para Wartawan
•"Tak Ada Orang Indon, Kami Pusing"
•UU Pemilu Diharuskan Selesai Tahun 2002


Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dari Wikisource Indonesia, perpustakaan bebas berbahasa Indonesia
Langsung ke: navigasi, cari
← Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan seksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia menetapkan :
(a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga dan perubahan keempat ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan dektrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat;
(b) penambahan bagian akhir pada Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan kalimat, “Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.”
(c) pengubahan penomoran Pasal 3 Ayat (3) dan ayat (4) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 3 ayat(2) dan ayat (3); Pasal 23E Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 25 A
(d) penghapusan judul Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan pengubahan substansi Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintah Negara;
(e) pengubahan dan/atau penambahan Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8 ayat (3); Pasal 11 ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 ayat (3); Bab XIII, Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (5); Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2); Bab XIV, Pasal 33 ayat (4) dan ayat (5); Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); Pasal 37 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III; Aturan Tambahan Pasal I dan II Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Pasal 2
• 2 Pasal 6A
• 3 Pasal 8
• 4 Pasal 11
• 5 Pasal 16
• 6 BAB IV DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
• 7 Pasal 23B
• 8 Pasal 23D
• 9 Pasal 24
• 10 BAB XIII PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
o 10.1 Pasal 31
o 10.2 Pasal 32
• 11 BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
o 11.1 Pasal 33
o 11.2 Pasal 34
• 12 Pasal 37
• 13 ATURAN PERALIHAN
o 13.1 Pasal I
o 13.2 Pasal II
o 13.3 Pasal III
• 14 ATURAN TAMBAHAN
o 14.1 Pasal I
o 14.2 Pasal II

[sunting] Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 6A
(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
[sunting] Pasal 8
(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai habis masa jabatannya.
[sunting] Pasal 11
(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
[sunting] Pasal 16
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.
[sunting] BAB IV DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
Dihapus.

[sunting] Pasal 23B
Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 23D
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 24
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
[sunting] BAB XIII PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
[sunting] Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
[sunting] Pasal 32
(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
[sunting] BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
[sunting] Pasal 33
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
[sunting] Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
[sunting] Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

[sunting] ATURAN PERALIHAN
[sunting] Pasal I
Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
[sunting] Pasal II
Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
[sunting] Pasal III
Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
[sunting] ATURAN TAMBAHAN
[sunting] Pasal I
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat 2003.
[sunting] Pasal II
Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.

Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-6 (lanjutan) tanggal 10 Agustus 2002 Sidang Tahunan Majelis Permusyaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.



Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dari Wikisource Indonesia, perpustakaan bebas berbahasa Indonesia
Langsung ke: navigasi, cari
← Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan seksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia menetapkan :
(a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga dan perubahan keempat ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan dektrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat;
(b) penambahan bagian akhir pada Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan kalimat, “Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.”
(c) pengubahan penomoran Pasal 3 Ayat (3) dan ayat (4) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 3 ayat(2) dan ayat (3); Pasal 23E Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 25 A
(d) penghapusan judul Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan pengubahan substansi Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintah Negara;
(e) pengubahan dan/atau penambahan Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8 ayat (3); Pasal 11 ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 ayat (3); Bab XIII, Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (5); Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2); Bab XIV, Pasal 33 ayat (4) dan ayat (5); Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); Pasal 37 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III; Aturan Tambahan Pasal I dan II Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Pasal 2
• 2 Pasal 6A
• 3 Pasal 8
• 4 Pasal 11
• 5 Pasal 16
• 6 BAB IV DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
• 7 Pasal 23B
• 8 Pasal 23D
• 9 Pasal 24
• 10 BAB XIII PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
o 10.1 Pasal 31
o 10.2 Pasal 32
• 11 BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
o 11.1 Pasal 33
o 11.2 Pasal 34
• 12 Pasal 37
• 13 ATURAN PERALIHAN
o 13.1 Pasal I
o 13.2 Pasal II
o 13.3 Pasal III
• 14 ATURAN TAMBAHAN
o 14.1 Pasal I
o 14.2 Pasal II

[sunting] Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 6A
(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
[sunting] Pasal 8
(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai habis masa jabatannya.
[sunting] Pasal 11
(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
[sunting] Pasal 16
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.
[sunting] BAB IV DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
Dihapus.

[sunting] Pasal 23B
Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 23D
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 24
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
[sunting] BAB XIII PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
[sunting] Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
[sunting] Pasal 32
(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
[sunting] BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
[sunting] Pasal 33
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
[sunting] Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
[sunting] Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

[sunting] ATURAN PERALIHAN
[sunting] Pasal I
Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
[sunting] Pasal II
Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
[sunting] Pasal III
Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
[sunting] ATURAN TAMBAHAN
[sunting] Pasal I
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat 2003.
[sunting] Pasal II
Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.

Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-6 (lanjutan) tanggal 10 Agustus 2002 Sidang Tahunan Majelis Permusyaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

[NEWS] KMP - Perubahan Ketiga UUD 1945, Minim Partisipasi Publik

From: indonesia-p@indopubs.com
Date: Sun Oct 28 2001 - 20:26:25 EST
________________________________________
X-URL: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0110/29/UTAMA/mini01.htm
>Senin, 29 Oktober 2001
Perubahan Ketiga UUD 1945
Minim Partisipasi Publik
Jakarta, Kompas

Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 belum cukup memadai
untuk menampung sistem politik yang betul-betul mampu menjamin
demokrasi dan belum menampung partisipasi publik. Untuk itu, jika
Sidang Tahunan (ST) MPR tanggal 1-10 November 2001 belum bisa
mengesahkan perubahan ketiga konstitusi, tidak perlu khawatir. Namun
demikian, kegagalan MPR menyepakati perubahan ketiga UUD 1945
mengindikasikan makin perlunya sebuah komisi konstitusi.

Demikian pandangan yang dihimpun Kompas dari peneliti Centre for
Strategic and International Studies (CSIS) Dr Kusnanto Anggoro dan
peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris,
secara terpisah, di Jakarta, Sabtu (27/10).

Sebelumnya, Wakil Ketua Panitia Ad Hoc (PAH) I Badan Pekerja (BP) MPR
Rully Chaerul Azwar (Fraksi Partai Golkar) memperkirakan peluang
perubahan ketiga UUD 1945 kecil sekali karena terdapat perbedaan yang
tajam antara Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP)
dengan Fraksi Partai Golkar mengenai substansi perubahan UUD 1945.
(Kompas, 27/10)

Kusnanto mengatakan, target untuk penyelesaian UUD itu baru pada
Agustus 2002. "Jadi kalau seandainya besok pada Sidang Tahunan MPR itu
gagal untuk perubahan ketiga, menurut saya, lebih bersifat psikologi,"
katanya.

Yang dimaksud dengan lebih bersifat psikologi itu, lanjut Kusnanto,
adalah kemungkinan besar lebih banyak tekanan baru untuk membentuk
komisi konstitusi. Jadi, implikasi politiknya untuk perubahan ketiga
itu sendiri tidak terlalu banyak, mengingat bahwa sebenarnya sampai
sekarang apa yang dihasilkan oleh perubahan ketiga itu belum cukup
memadai.

Ditambahkan, sistem politik Indonesia harus dibenahi. Hubungan antara
presiden dan DPR perlu lebih jelas. Demikian pula mekanisme pemilihan
presiden, karena banyak orang yang menginginkan supaya presiden
dipilih langsung. Sampai sekarang belum ada kesepakatan mengenai hal
tersebut, termasuk di dalam perubahan ketiga pun sesungguhnya masalah
itu belum banyak dibahas. Padahal pemilihan presiden langsung akan
memberi banyak manfaat. Sekurang-kurangnya nanti presiden sudah tidak
lagi memiliki persoalan legitimasi.

"Amandemen sudah dilakukan sejak tahun 1999 dan telah berlangsung dua
kali. Tiga kali nanti bulan depan. Secara keseluruhan, saya kira masih
perlu ditinjau ulang sebelum akhirnya pada bulan Agustus 2002 itu
disahkan. Sekarang juga masih muncul kontroversi. Betulkah perubahan
amandemen kesatu, kedua, ketiga, benar-benar cukup memadai untuk
menampung sistem politik yang benar-benar mampu menjamin demokrasi.
Itu kan belum," ujar Kusnanto.

Partisipasi publik

Selain itu, katanya, masih ada juga persoalan bahwa perubahan yang
selama ini dilakukan secara tertutup atau kurang terbuka itu belum
cukup banyak menampung partisipasi publik, sehingga masih banyak pihak
yang menghendaki supaya ada pembentukan komisi konstitusi.

"Terus terang, saya tidak terlalu khawatir kalau seandainya pada
Sidang Tahunan MPR nanti amandemen ketiga gagal disepakati, karena
masih cukup waktu. Sebenarnya itu cukup untuk berpikir ulang, terutama
untuk mekanismenya, karena selama ini lebih banyak menggunakan
instrumen yang ada di MPR, seperti BP MPR, Panitia Ad Hoc, ditambah
dengan beberapa konsultasi dengan pakar, tetapi partisipasi publik
saya kira belum cukup," ucap Kusnanto.

Menurut dia, banyak kalangan yang telah merancang dan berpikir tentang
perubahan konstitusi. Yang lebih penting, lanjutnya, konstitusi
terlalu besar untuk diputuskan oleh MPR. Ia menyarankan supaya
perubahan itu melalui referendum. Pada prinsipnya, konstitusi itu
untuk kepentingan dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu,
sebaiknya konstitusi disusun oleh sebuah institusi yang relatif
independen.

"Nah, yang ada di Panitia Ad Hoc MPR, saya kira ada banyak sekali
kepentingan politiknya. Betul kepentingan politik itu diminimalisasi
dengan melibatkan partisipasi para pakar, tetapi itu belum cukup untuk
menampung beberapa varian dari rancangan undang-undang yang pernah
disusun beberapa kelompok," katanya.

Komisi konstitusi, menurut Kusnanto, merupakan keharusan yang tidak
bisa dihindari. Tentu saja harus disepakati satu hal bahwa komisi
konstitusi adalah yang menyusun rancangan konstitusi tetapi bukan yang
memutuskannya. Yang memutuskan tentu saja MPR sesuai UUD 1945, sesuai
dengan otoritas politik yang dimiliki lembaga itu. Tetapi,
sekurang-kurangnya materi bisa dipersiapkan lebih khusus oleh komisi
konstitusi.

Soal anggota-anggota MPR yang tidak setuju dengan pembentukan komisi
konstitusi independen, lanjut Kusnanto, sesungguhnya harus dibedakan
betul komisi konstitusi sebagai institusi yang semata-mata merancang
dan mempersiapkan draf dengan MPR.

Bebas partai

Sjamsuddin Haris mengemukakan pandangan serupa. Apabila tidak dicapai
kesepakatan dalam ST MPR untuk mengamandemen pasal krusial dalam UUD
1945, maka hal ini menunjukkan dibutuhkannya suatu komisi konstitusi.
Komisi konstitusi ini diharapkan merupakan suatu komisi konstitusi
yang independen, terbebas dari kepentingan partai politik. "Amandemen
konstitusi yang gagal dilakukan oleh MPR merupakan suatu pertanda
diperlukannya suatu komisi konstitusi yang independen, sehingga kita
tidak terjebak pada kepentingan masing-masing partai politik," kata
Sjamsuddin.

Komisi konstitusi itu sendiri sudah diputuskan oleh Badan Pekerja MPR
menjadi pokok bahasan yang akan dibicarakan dalam ST MPR.

Menurut dia, semua pasal krusial seperti sistem perwakilan apakah
bikameral atau tidak, atau mekanisme pemilihan presiden langsung atau
tidak, sudah menjadi semacam keniscayaan.

Pasal 2 Ayat (1) yang dirancang PAH I BP MPR misalnya membuat dua
alternatif. Alternatif pertama berbunyi: Majelis Permusyawaratan
Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan
Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum, ditambah dengan
utusan golongan yang diatur menurut ketentuan undang-undang.

Alternatif kedua berbunyi: Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas
Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah yang anggotanya
dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan
undang-undang

Mengenai sistem pemilihan presiden/wakil presiden, PAH I BP MPR juga
telah menyiapkan amandemennya pada Pasal 6A Ayat (1) yang berbunyi:
Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu paket secara langsung
oleh rakyat.

"Pasal-pasal itu akan menjadi payung bagi reformasi politik dan
konstitusi yang kita agendakan sejak 2-3 tahun. Kalau itu gagal, maka
agenda reformasi itu tertunda-tunda kembali. Kalau misalnya amandemen
ketiga gagal untuk menetapkan sistem perwakilan dan sistem pemilihan
presiden, itu menunjukkan kita membutuhkan komisi konstitusi untuk
melakukan amandemen secara serius," kata Sjamsuddin.

Yakin terwujud

Anggota Panitia Ad Hoc (PAH) I Badan Pekerja (BP) MPR-yang
mempersiapkan rancangan perubahan konstitusi-Baharuddin Aritonang
mengakui, memang peluang disetujuinya perubahan pasal-pasal yang
krusial dalam perubahan ketiga UUD 1945 sangat kecil. Namun, bukan
berarti ST MPR tahun 2001 tidak bakal dapat menetapkan perubahan
ketiga konstitusi. Perubahan ketiga UUD 1945 tetap dapat terwujud
dalam ST MPR tahun ini.

"Saya percaya, perubahan ketiga UUD 1945 tetap dapat diwujudkan dalam
ST MPR tahun 2001. Sebab, dalam rancangan perubahan ketiga itu ada
sejumlah pasal yang sudah disepakati semua fraksi. Tak ada lagi
alternatif. Ini kan bisa ditetapkan sebagai perubahan ketiga pada ST
MPR. Tetapi, memang untuk pasal yang krusial, seperti soal pemilihan
presiden/wakil presiden, DPR, MPR, dan DPD (Dewan Perwakilan
Daerah-Red), saya pun tak terlalu percaya semua bisa disahkan dalam ST
MPR ini," papar Aritonang.

Kalau pasal krusial itu yang didulukan pembahasannya, Aritonang
mengakui, memang kecil kemungkinan terjadi perubahan UUD 1945. Namun,
kemungkinan MPR akan mendahulukan pembahasan pasal-pasal dalam
perubahan ketiga UUD 1945 yang sudah tak ada masalah, seperti pasal
mengenai pemilihan umum, pemerintah daerah, Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), dan hal keuangan. "Pasal-pasal itu kan dapat diputuskan dulu.
Artinya, perubahan ketiga UUD 1945 tetap dapat disahkan," ungkapnya.

Mengenai pasal yang krusial, Aritonang mengakui, sesuai dengan
Ketetapan (Tap) Nomor IX/MPR/2000 masih ada masa setahun lagi untuk
membahas dan mengesahkannya. "Perubahan UUD 1945 sesuai Tap MPR itu
masih mungkin sampai tahun 2002. Jadi, masih ada masa setahun lagi.
Tetapi, memang waktunya mepet untuk membahas perubahan tiga
undang-undang (UU) bidang politik," jelas anggota Fraksi Partai
Golongan Karya (F-PG) tersebut. (tra/bur/lok)
________________________________________



Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dari Wikisource Indonesia, perpustakaan bebas berbahasa Indonesia
Langsung ke: navigasi, cari
← Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara, serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengubah dan/atau menambah Pasal 1 Ayat (2) dan (3); Pasal 3 Ayat (1), (3) dan (4); Pasal 6 Ayat (1) dan Ayat (2); Pasal 6A Ayat (1), (2), (3) dan (5); Pasal 7A, Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6) dan (7); Pasal 7C, Pasal 8 Ayat (1) dan (2), Pasal 11 Ayat (2) dan (3); Pasal 17 Ayat (4), Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3) dan (4); Pasal 22D Ayat (1), (2), (3) dan (4); Bab VIIB, Pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6);Pasal 23 Ayat (1), (2) dan (3); Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA, Pasal 23E Ayat (1), (2) dan (3); Pasal 23F Ayat (1) dan (2); Pasal 23G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat (1) dan (2), Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4) dan (5); Pasal 24B Ayat (1), (2), (3) dan (4); dan Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga selengkapnya menjadi berbunyi sebagai berikut:

Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Pasal 1
• 2 Pasal 3
• 3 Pasal 6
• 4 Pasal 6A
• 5 Pasal 7A
• 6 Pasal 7B
• 7 Pasal 7C
• 8 Pasal 8
• 9 Pasal 11
• 10 Pasal 17
• 11 BAB VIIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH
o 11.1 Pasal 22C
o 11.2 Pasal 22D
• 12 BAB VIIB PEMILIHAN UMUM
o 12.1 Pasal 22E
o 12.2 Pasal 23
o 12.3 Pasal 23A
o 12.4 Pasal 23C
• 13 BAB VIIIA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
o 13.1 Pasal 23E
o 13.2 Pasal 23F
o 13.3 Pasal 23G
• 14 Pasal 24
• 15 Pasal 24A
• 16 Pasal 24B
• 17 Pasal 24C

[sunting] Pasal 1
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.
[sunting] Pasal 3
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(4) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.
[sunting] Pasal 6
(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 6A
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.
[sunting] Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
[sunting] Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.
[sunting] Pasal 7C
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
[sunting] Pasal 8
(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.
[sunting] Pasal 11
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 17
(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.

[sunting] BAB VIIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH
[sunting] Pasal 22C
(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.
(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 22D
(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti
(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
[sunting] BAB VIIB PEMILIHAN UMUM
[sunting] Pasal 22E
(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 23
(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
[sunting] Pasal 23A
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 23C
Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.

[sunting] BAB VIIIA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
[sunting] Pasal 23E
(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.
(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 23F
(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.
[sunting] Pasal 23G
(1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 24
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
[sunting] Pasal 24A
(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 24B
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.
[sunting] Pasal 24C
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.
(5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.

Naskah perubahan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-7 (Lanjutan 2) tanggal 9 November 2001 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 9 November 2001
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
Ketua,
Prof. Dr. H.M. Amien Rais, M.A.
Wakil Ketua,
Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita
Ir. Sutjipto
Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal, S.Pd.
Drs. H.M. Husnie Thamrin
Drs. H.A. Nazri Adlani
Agus Widjojo

[INDONESIA-NEWS] KMP - Perubahan Kedua UUD 1945 Lewat Voting ...

From: indonesia-p@indopubs.com
Date: Sun Jul 30 2000 - 18:28:30 EDT


X-URL: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0007/31/utama/peru01.htm

>Senin, 31 Juli 2000
Perubahan Kedua UUD 1945 Lewat Voting
- 10 Bab Dipastikan Lolos

Jakarta, Kompas

Sebanyak 11 bab perubahan kedua (second amendment) UUD 1945 harus
ditentukan lewat pemungutan suara (voting) karena masih mengandung
pasal-pasal alternatif. Voting bisa dilakukan kalau 2/3 anggota MPR
hadir dan putusan diambil dengan persetujuan 2/3 anggota MPR yang
hadir tersebut. Bila ketentuan 2/3 tidak terpenuhi, voting tidak bisa
dilakukan dan harus kembali ke pasal-pasal lama UUD 1945 yang tanpa
perubahan. Sedangkan 10 bab lainnya dipastikan lolos.

Demikian dikemukakan anggota Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja (PAH I BP)
MPR Rully Chaerul Azwar saat ditemui Kompas, Sabtu (29/7), di
sela-sela Pendapat Akhir PAH I BP MPR, berkaitan dengan bab dan
pasal-pasal UUD 1945 yang akan mengalami perubahan dan akan ditentukan
di Rapat Paripurna hari terakhir Sidang Tahunan MPR atau 18 Agustus
2000. Bab yang pasti lolos antara lain tentang Pemilu, DPR, dan
Pemerintahan Daerah. Sedang bab yang bakal berakhir dengan voting
antara lain tentang Agama, MPR, serta bab tentang Bentuk, Dasar dan
Kedaulatan.

"Sepuluh dari 21 bab perubahan kedua UUD 1945 dipastikan lolos dan
akan menjadi bagian konstitusi baru, sedangkan 11 bab lainnya yang
masih menyimpan alternatif-alternatif harus ditentukan lewat voting
kalau pada pembahasan di tingkat komisi tidak juga tercapai
kesepakatan," kata Rully, yang juga Wakil Ketua PAH Khusus dengan
tugas menyusun jadwal persidangan Sidang Tahunan MPR itu.

"Permainan fraksi"

Tentang kemungkinan adanya "permainan" fraksi-fraksi besar yang
sengaja tidak hadir saat voting agar tidak tercapai ketentuan 2/3
sempat diingatkan Asnawi Latief, anggota PAH I BP MPR dari Fraksi
Partai Daulatul Ummah pada acara Pendapat Akhir PAH I BP MPR tersebut.

Asnawi mengingatkan perlunya antisipasi terhadap kemungkinan
politickingyang dilakukan fraksi-fraksi besar untuk tidak menghadiri
voting. Kalau tidak diantisipasi, kata Asnawi, "Apa yang kami (PAH I
BP MPR-Red) kerjakan menyusun amandemen kedua UUD 1945 akan menjadi
sia-sia, apalagi tata tertib untuk itu tidak ada," katanya. Peringatan
Asnawi ini tidak mendapat tanggapan dari pimpinan sidang Jacob Tobing
yang didampingi Slamet Effendy Yusuf, Ali Masykur Musa, dan Harun
Kamil.

Hal serupa diingatkan juru bicara Fraksi Persatuan Pembangunan,
Alihardi Kiaidemak, saat menyampaikan pendapat akhir fraksinya.
Menurut Alihardi, menghadapi pengesahan hasil PAH I BP MPR dalam Rapat
Paripurna BP Majelis (Senin hari ini-Red) akan timbul pertanyaan.
"Jika hasil yang masih berupa alternatif itu hendak diselesaikan
sedangkan musyawarah mufakat sudah diusahakan secara sungguh-sungguh,
apakah harus diselesaikan dengan pemungutan suara?" katanya dengan
nada bertanya.

Alihardi mempertanyakan apakah Tata Tertib MPR melarang suatu materi
yang sudah diselesaikan melalui pemungutan suara dalam BP MPR untuk
diangkat kembali pada Sidang Tahunan MPR, termasuk melalui komisi yang
dibentuk Sidang Tahunan MPR. "Jika hal itu dimungkinkan, sebaiknya
dalam Rapat Paripurna BP MPR, penyelesaiannya tidak perlu dipaksakan
dengan pemungutan suara," katanya.

Sedangkan untuk penyelesaian sejumlah masalah yang masih krusial, kata
Alihardi, dapat memanfaatkan waktu antara selesainya Sidang Paripurna
BP MPR dan pembahasan dalam Komisi MPR yang diperkirakan selama 14
hari. Saat itu konsultasi antarpimpinan fraksi Majelis ataupun pada
tingkat pimpinan pusat partai politik, Utusan Golongan, dan TNI/Polri
dapat dilakukan.

Terhadap kemungkinan adanya "permainan" fraksi-fraksi besar dengan
sengaja tidak hadir saat pemungutan suara agar tidak memenuhi
ketentuan dua per tiga sebagaimana diatur Pasal 37 UUD 1945, Rully
berharap anggota MPR berpandangan jauh ke depan. Alasannya, perubahan
kedua UUD 1945 tidak dibuat untuk kepentingan sesaat dan kepentingan
yang sempit. "Saya harap anggota MPR berlaku fairkarena ini untuk
kepentingan bersama," ujarnya lagi.

PDI-P menolak

Fraksi PDI Perjuangan (PDI-P) dalam Pendapat Akhir PAH I BP MPR itu
secara tegas menolak usulan pemilihan presiden secara langsung dan
menghendaki agar presiden tetap dipilih oleh MPR, dengan cara
memperbaiki proses pelaksanaannya. Bagi masyarakat bangsa Indonesia
yang majemuk dan keadaan penyebaran penduduk serta keberadaan partai
politik yang sangat banyak, cara pemilihan presiden langsung sangat
rawan terhadap pertikaian horizontal di tengah masyarakat.

Kejadian di Maluku, Sulawesi Tengah, Aceh, Kalimantan Barat, demikian
PDI Perjuangan, merupakan gambaran kemajemukan bangsa Indonesia dapat
berubah menjadi konflik horizontal yang sangat merusak. Selain itu,
presiden yang dipilih secara langsung cenderung menjadi amat kuat,
kurang dapat dikontrol, dan amat berpotensi menjadi otoriter.

Sikap PDI Perjuangan ini tidak berubah sejak awal sidang-sidang PAH I
BP MPR hingga pandangan akhir ini. Sebaliknya, Fraksi Partai Golkar
dan Fraksi Partai Daulatul Ummah setuju dengan pemilihan presiden
langsung dan dilakukan dalam satu paket.

TNI/Polri dipastikan masih akan duduk di MPR, mengingat seluruh fraksi
sudah menyetujuinya. Sumber Kompasdi MPR menyatakan keberatannya
terhadap ketentuan adanya TNI/ Polri di MPR diatur lewat Aturan
Peralihan UUD 1945. Menurut dia, ketentuan itu terlalu tinggi dan
sebaiknya diatur di Ketetapan MPR atau bahkan undang-undang. "Apalagi
PAH II BP MPR sedang mempersiapkan keberadaan TNI/Polri di MPR,"
katanya.

Apabila diatur lewat Aturan Peralihan, kata sumber Kompastadi, akan
sulit mengamanden UUD 1945 karena harus disetujui 2/3 anggota Majelis.
Sementara kalau diatur lewat Ketetapan MPR, katanya, "Ketetapan itu
bisa diubah setiap tahun." (pep)

____________________________

Peta Kekuatan Politik Fraksi di MPR

Fraksi Jumlah Anggota
1. Fraksi PDI Perjuangan 185
2. Fraksi Partai Golkar 182
3. Fraksi Utusan Golongan 73
4. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan 70
5. Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa 57
6. Fraksi Reformasi 48
7. Fraksi TNI/Polri 38
8. Fraksi Partai Bulan Bintang 14
9. Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia 13
10. Fraksi Partai Daulatul Ummah 9
11. Fraksi Partai Demokrasi Kasih Bangsa 5
12. Nonfraksi 1
Jumlah 695

BAB Amandemen II UUD 1945 yang Lolos BAB Amandemen II UUD 1945 yang
Bakal Divoting
1. Dewan Perwakilan Rakyat 1.Bentuk, Dasar, dan Kedaulatan
2. Pemilihan Umum 2.Majelis Permusyawaratan Rakyat
3. Kementerian Negara 3.Dewan Perwakilan Daerah
4. Pemerintah Daerah 4. Kekuasaan Pemerintahan Negara
5. Badan Pemeriksa Keuangan 5.Dewan Pertimbangan Agung
6. Wilayah Negara 6.Hal Keuangan
7.Warga Negara dan Penduduk 7. Kekuasaan Kehakiman dan Penegakan Hukum
8. Pertahanan dan Keamanan Negara 8. Hak Asasi Manusia
9. Perekonomian Nasional dan 9.Agama Kesejahteraan Sosial
10. Bendera, Bahasa, Lambang 10.Pendidikan dan Kebudayaan
Negara, Serta Lagu Kebangsaan 1 11.Perubahan Undang-Undang Dasar


Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Dari Wikisource Indonesia, perpustakaan bebas berbahasa Indonesia

Langsung ke: navigasi, cari

[[---- Judul pranala

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT INDONESIA

Setelah Mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara, serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengubah dan/atau menambah Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal19, Pasal 20 Ayat (5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Bab IXA, Pasal 25E, Bab X, Pasal 26 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 27 Ayat (3), Bab XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Pasal 18

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

(4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.

(5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.

[sunting] Pasal 18A

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

[sunting] Pasal 18B

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang.

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

[sunting] Pasal 19

(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.

(2) Susunan Dewan Perwakilan rakyat diatur dengan undang-undang.

(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun

[sunting] Pasal 20

(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

[sunting] Pasal 20A

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.

(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.

[sunting] Pasal 22A

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.

[sunting] Pasal 22B

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

[sunting] BAB IXA WILAYAH NEGARA

[sunting] Pasal 25E

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

[sunting] BAB X WARGA NEGARA DAN PENDUDUK

[sunting] Pasal 26

(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.

[sunting] Pasal 27

(1) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

[sunting] BAB XA HAK ASASI MANUSIA

[sunting] Pasal 28A

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

[sunting] Pasal 28B

(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

[sunting] Pasal 28C

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

[sunting] Pasal 28D

(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

[sunting] Pasal 28E

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2) Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

[sunting] Pasal 28F

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

[sunting] Pasal 28G

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

[sunting] Pasal 28H

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

(2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

[sunting] Pasal 28 I

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

(2) Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

(5) Untuk menegakan dan melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan.

[sunting] Pasal 28J

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

[sunting] BAB XII PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA

[sunting] Pasal 30

(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Indonesia Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.

(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.

(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hokum.

(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.

[sunting] BAB XV BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN

[sunting] Pasal 36A

Lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

[sunting] Pasal 36B

Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.

[sunting] Pasal 36C

Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Agustus 2000

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Ketua,
Prof. Dr. H.M. Amien Rais

Wakil Ketua,
Drs. Kwik Kian Gie
H. Matori Abdul Djalil
Drs. H.M. Husnie Thamrin
Hari Sabarno, SIP, MBA, MM
Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal
Drs. H.A. Nazri Adlani
]]

PENUTUPAN

SESUDAH ANDA MEMBACA BLOG SAYA INI, SILAHKAN KUNJUNGI BLOG SAYA YANG LAIN. SILAHKAN LIHAT BLOG SAYA YANG LAIN DI PROFIL SAYA.
SESUDAH ANDA MEMBACA BLOG SAYA INI, SILAHKAN ANDA MENGAMALKAN APA SAJA YANG TERKANDUNG DIDALAMNYA.
JANGAN LUPA ANDA MEMBERI KOMENTAR DI BLOG SAYA INI
TERIMA KASIH


tertanda
si pembuat blog



fajar muhammad farhan

UCAPAN TERIMA KASIH

UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA:


Ø ALLAH YANG MAHA ESA

Ø NABI BESAR MUHAMMAD SAW.

Ø KEPADA ORANG TUAKU

Ø KEPADA SAUDARA DAN KELUARGAKU

Ø KEPADA TEMAN-TEMANKU YANG BAIK HATI DAN SENANG BERTEMAN DENGANKU

Ø KEPADA SEMUA WEBSITE DISELURUH DUNIA YANG TELAH MENGEMBANGKAN BLOGKU

Ø KEPADA BAND-BAND DI SELURUH NUSANTARA

Ø KEPADA GURU-GURUKU YANG SENANG MENGAJARIKU

Ø KEPADAMU YANG SETIA MEMBACA BLOGKU DAN MENGAMALKAN APA YANG ADA DIDALAMNYA


Daftar Semua Post