Farmuhan Muhanov | |||
---|---|---|---|
| |||
Lahir: | 01 agustus 1925, Surabaya | ||
Meninggal: | 17 Agustus 2010, Banyuwangi | ||
Alliansi: | Assassin's | ||
Nusantara Assassin's | 25 November 1945 | ||
Aktif: | Zaman Kemerdekaan Indonesia | Zaman Orde Lama | Zaman Orde Baru |
"Aku bukanlah seorang pembunuh, aku hanyalah seorang Assassin's yang menginginkan perdamaian dan ingin menghentikan perang antara Assassin's dan Templar. Aku ingin kita hidup, bahagia, dan mati lalu masuk surga bersama-sama" Farmuhan Muhanov-Pesan sebelum kematiannya.
Tentang Farmuhan
Farmuhan Muhanov, adalah seorang Assassin's pada zaman Kemerdekaan Indonesia, Orde Lama, dan Orde baru. Farmuhan muhanov adalah seorang Assassin's yang bahkan dalam hidupnya tidak menginginkan membunuh seseorang ataupun ingin berperang. Dia adalah seorang toko Assassin's Indonesia paling Revolusioner pada zaman itu. Menyerukan Slogan "Hidup Bukan Untuk Membunuh" menjadikan dia seorang Mentor Assassin's yang tidak menginginkan adanya perang kecuali untuk melindungi Indonesia.
Awal Kehidupuan
Ahad "Lihat dia lahir"
Fatih "Ya ayah, selamat baginya"
Ahad "Seorang keturunan Assassin's kita"
Ahad dan Fatih berbincang saat Proses Kelahiran Farmuhan.
Fatih "Ya ayah, selamat baginya"
Ahad "Seorang keturunan Assassin's kita"
Ahad dan Fatih berbincang saat Proses Kelahiran Farmuhan.
Farmuhan lahir di Surabaya, 01 Agustus 1925. Anak dari suami istri Fatih dan Siti, mereka adalah keluarga Muhanov dan merupakan keluarga Bangsawan Rusia yang hidup di Surabaya. Farmuhan lahir dengan selamat jam 07.00 pagi waktu indonesia Barat. Sayang dia lahir dalam keadaan cacat, dia menderita mata Juling, sehingga dia harus dioperasi matanya. Setelah mata Farmuhan Sembuh, dokter memperingatkan bahwa mata Farmuhan bisa sewaktu-waktu kena Rabun Dekat, jadi dia kanam enggunakan Kacamata nantinya.
Farmuhan di umur 3 tahun sudah bisa berbicara, dan diumur 5 tahun dia mampu menulis dan membaca. Dia lahir sebagai anak paling pintar disana. pada umur 8 tahun dia ikut Sekolah Kelas Satu yang didirikan oleh Belanda di Surabaya. Sekolah itu merupakan sekolah berbahasa Belanda, sehingga selian berbahasa indonesia, Farmuhan juga mampu berbahasa belanda dengan baik. Kehidupannya sebagai pelajar memang sungguh menggembirakan sekolahnya, berkali-kali dia meraih prestasi gemilang dan hebat.
Farmuhan juga terkenal sebagai orang yang dermawan, dia selalu membantu orang-orang Indonesia yang mengalami sisaan dari Belanda, dia juga sering melindungi warganya dari siksa Belanda. Pernah Farmuhan juga menjadi incaran para Belanda karena dianggap sebagai pemberontak. Beruntung Farmuhan diselamatkan oleh pamannya yang menjabat di pemerintahan Belanda Di Surabaya.
Saat dia berumur 15 tahun bertepat pada tahun 1940, dia masuk ke ALGEMENE MIDDELBARE SCHOOL untuk belajar lebih banyak tentang Belanda, dan meningkatkan pembelajaran. dia berhenti Sekolah pada tahun 1993 dan ikut menjadi Tentara Indonesia bentukan Jepang yaitu PETA.
Farmuhan beserta teman-temannya ikut menjadi PETA, dan berusaha menjadi yang terbaik disana, sayang 1 tahun berlatih PETA dibabarkan oleh Jepang karena dianggap telah menguntungkan Pihak Indonesia. Farmuhan dan teman-temannyapun menyebar ke berbagai daerah untuk bergabung dengan PETA yang masih aktif melindungi Indonesia tanpa ada pengaruh Jepang.
Farmuhan bertolak ke Blitar, di Blitar ia bergabung dengan PETA Blitar disana dan berlatih menjadi tentara.
PEMBERNOTAKAN PETA BLITAR
Blitar, pada tanggal 14 Pebruari 1945 terjadi pemberontakan PETA di bawah pimpinan Supriyadi (putra Bupati Blitar). Dalam memimpin pemberontakan ini Supriyadi tidak sendirian dan dibantu oleh teman-temannya seperti dr. Ismail, Mudari, Farmuhan, dan Suwondo. Pada pemberontakan itu, orang-orang Jepang yang ada di Blitar dibinasakan. Pemberontakan heroik ini benar-benar mengejutkan Jepang, terlebih lagi pada saat itu Jepang terus menerus mengalami kekalahan di dalam Perang Asia Timur Raya dan Perang Pasifik. Kemudian Jepang mengepung kedudukan Supriyadi, namun pasukan Supriyadi tetap mengadakan aksinya. Jepang tidak kehilangan akal, ia melakukan suatu tipu muslihat dengan menyerukan agar para pemberontak menyerah saja dan akan dijamin keselamatannya serta akan dipenuhi segala tuntutannya. Tipuan Jepang tersebut temyata berhasil dan akibatnya banyak anggota PETA yang menyerah. Pasukan PETA yang menyerah tidak luput dari hukuman Jepang dan beberapa orang dijatuhi hukuman mati seperti Ismail dan kawan-kawannya. Di samping, itu ada pula yang meninggal karena siksaan Jepang.
Beruntung Farmuhan selamat dengan pengorbanan Ismail dengan menyenbunyikan Farmuhan di Selokan, Ismail mengatakan bahwaFarmuhan harus melanjutkan perjuangan Indonesia walaupun dia (Ismail) akan mati hari ini. Perpisahan itu merupakan perpisahan paling menyakitkan pada Farmuhan, dia melihat dengan mata Kepala sendiri dimana Ismail dan teman-temannya disiksa dan dibunuh
Pengalaman menyakitkan ini membuat dia harus pulang Ke Surabaya. diapun ikut sebagai Golongan muda untuk menyerukan kemerdekaan secepat-cepatnya, farmuhan dan Teman-temannya mendapatkan kabar dari Radio bahwa jepang sudah kalah menyerah di perang dunia ke 2. Farmuhan dan teman-temannya berangkat ke Jakarta untuk mengabarkan kepada Soekarno untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia secepatnya. Tapi Soekarno menolah pendapat Golongan muda, dia harus menunggu sidang PPKI terlebih dahulu. karena inilah terjadinya Peristiwa Rengasdengklok
PERISTIWA RENGASDENGKLOK
LATAR BELAKANG
Pada waktu itu Soekarno dan Moh. Hatta, tokoh-tokoh menginginkan agar proklamasi dilakukan melalui PPKI, sementara golongan pemuda menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang. Selain itu, hal tersebut dilakukan agar Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Para golongan pemuda khawatir apabila kemerdekaan yang sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia, menjadi seolah-olah merupakan pemberian dari Jepang.
Sebelumnya golongan pemuda telah mengadakan suatu perundingan di salah satu lembaga bakteriologi di Pegangsaan Timur Jakarta, pada tanggal 15 Agustus. Dalam pertemuan ini diputuskan agar pelaksanaan kemerdekaan dilepaskan segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang. Hasil keputusan disampaikan kepada Ir. Soekarno pada malam harinya tetapi ditolak oleh Soekarno karena merasa bertanggung jawab sebagai ketua PPKI.
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa dimulai dari "penculikan" yang dilakukan oleh sejumlah pemuda (a.l.) Soekarni, Wikana, Farmuhan dan Chaerul Saleh dari perkumpulan "Menteng 31" terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.00. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta, Farmuhan dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di lapangan IKADA(yang sekarang telah menjadi lapangan Monas) atau di rumah Bung Karno di Jl.Pegangsaan Timur 56. Dipilih rumah Bung Karno karena di lapangan IKADA sudah tersebar bahwa ada sebuah acara yang akan diselenggarakan, sehingga tentara-tentara jepang sudah berjaga-jaga, untuk menghindari kericuhan, antara penonton-penonton saat terjadi pembacaan teks proklamasi, dipilihlah rumah Soekarno di jalan Pegangsaan Timur No.56. Teks Proklamasi disusun di Jakarta, bukan di Rengasdengklok, bukan di rumah seorang Tionghoa, Djiaw Kie Siong yang diusir dari rumahnya oleh anggota PETA agar dapat ditempati oleh "rombongan dari Jakarta". Naskah teks proklamasi di susun di rumah Laksamana Muda Maeda di Jakarta, bukan di Rengasdengklok. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Rabu tanggal 16 Agustus, sebagai persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang "dipinjam" (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor
Farmuhan dan para Golongan muda senang akhirnya Proklamasi berhasil dilansanakan dengan baik. Tapi akibat dari Proklamasi ini, muncul Belanda besrta NICA.
Setelah kekalahan pihak Jepang, Farmuhan dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.
Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman, Farmuhan, dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo serta Farmuhan berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.
KEMATIAN BRIGADIR JENDRAL MALLABY
Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.
Perdebatan tentang pihak penyebab baku tembak
Mobil Buick Brigadir Jenderal Mallaby yang meledak di dekat Gedung Internatio dan Jembatan Merah Surabaya
Tom Driberg, seorang Anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour Party). Pada 20 Februari 1946, dalam perdebatan di Parlemen Inggris (House of Commons) meragukan bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia. Dia menyampaikan bahwa peristiwa baku tembak ini disinyalir kuat timbul karena kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak tersebut tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus dari kontak dan telekomunikasi. Berikut kutipan dari Tom Driberg:
"... Sekitar 20 orang (serdadu) India (milik Inggris), di sebuah bangunan di sisi lain alun-alun, telah terputus dari komunikasi lewat telepon dan tidak tahu tentang gencatan senjata. Mereka menembak secara sporadis pada massa (Indonesia). Brigadir Mallaby keluar dari diskusi (gencatan senjata), berjalan lurus ke arah kerumunan, dengan keberanian besar, dan berteriak kepada serdadu India untuk menghentikan tembakan. Mereka patuh kepadanya. Mungkin setengah jam kemudian, massa di alun-alun menjadi bergolak lagi. Brigadir Mallaby, pada titik tertentu dalam diskusi, memerintahkan serdadu India untuk menembak lagi. Mereka melepaskan tembakan dengan dua senapan Bren dan massa bubar dan lari untuk berlindung; kemudian pecah pertempuran lagi dengan sungguh gencar. Jelas bahwa ketika Brigadir Mallaby memberi perintah untuk membuka tembakan lagi, perundingan gencatan senjata sebenarnya telah pecah, setidaknya secara lokal. Dua puluh menit sampai setengah jam setelah itu, ia (Mallaby) sayangnya tewas dalam mobilnya-meskipun (kita) tidak benar-benar yakin apakah ia dibunuh oleh orang Indonesia yang mendekati mobilnya; yang meledak bersamaan dengan serangan terhadap dirinya (Mallaby). Saya pikir ini tidak dapat dituduh sebagai pembunuhan licik... karena informasi saya dapat secepatnya dari saksi mata, yaitu seorang perwira Inggris yang benar-benar ada di tempat kejadian pada saat itu, yang niat jujurnya saya tak punya alasan untuk pertanyakan ... "
10 NOVEMBER 1945
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi Farmuhan dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat TKR juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.
Inggris kemudian membombardir kota Surabaya dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal maupun terluka.
Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris.
Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) shingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris.
Setidaknya 6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. . Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 - 2000 tentara. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.
Beruntung Farmuhan tidak menjadi korban dalam peristiwa itu. setelah kekalahan Surabaya, diapun pulang kerumahnya yang baru, yaitu Banyuwangi. Sebelum periistiwa Surabaya, Kelurga Muhanov pindah ke Banyuwangi.
1 Desember 1945, Farmuhan sampai di Banyuwangi, setelah masa kelam di Surabaya, dia pulang Ke Banyuwangi melewati banyka rintangan, kena ini dan itu, sehingga dia datang tanggal 1 Desember 1945.
Disinilah bertepat hari itu, Kakeknya Ahad memberikan informasi tentang Keluarganya selama ini. Ternyata Keluarga Muhanov sudah menjadi keluarga Assassin's selama beberapa keturunan. Farmuhanpun diberikan sebuah Hidden Blade, Pedang Samurai Jepang, dan Robe dari kakeknya. Robe adalah jubah Assassin's
selama 3 bulan dia dilatih menjadi seorang Assassin's, dan dalam waktu itulah dia berhasil menjadi master Assassin's yang hebat. Dia pun diajarkan musuh utama Assassin's adalah Templar, sehingga bersama ayahnya pada waktu itu. mereka menumpas pengaruh Templar yang ada di Banyuwangi
Kakek Farmuhan berangkat perang pada tanggal 20 Maret 1946. Kakek Ahad pergi untuk berperang di Bandung. tapi sayang Ahad gugur dalam pertempuran itu. menyiksakan duka yang mendalam, Farmuhan tidak ingin ikut dalam kesedihan. dia terus berjuang menjadi Assassin's serta tentara indonesia untuk melindungi Indonesia.
Setelah meredanya banyak pertempuran. terjadilah sebuah peristiwa mengerikan yaitu
PERISTIWA 30 SEPTEMBER 1965 PARTAI KOMUNIS INDONESIA
Alasan utama tercetusnya peristiwa G30S disebabkan sebagai suatu upaya pada melawan apa yang disebut "rencana Dewan Jenderal hendak melakukan coup d‘etat terhadap Presiden Sukarno“.[April 2010]
Aktivitas PKI dirasakan oleh kalangan politik, beberapa bulan menjelang Peristiwa G30S, makin agresif. Meski pun tidak langsung menyerang Bung Karno, tapi serangan yang sangat kasar misalnya terhadap apa yang disebut "kapitalis birokrat“[April 2010] terutama yang bercokol di perusahaan-perusahaan negara, pelaksanaan UU Pokok Agraria yang tidak menepati waktunya sehingga melahirkan "Aksi Sepihak“ dan istilah "7 setan desa“[April 2010], serta serangan-serangan terhadap pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yang dianggap hanya bertitik berat kepada "kepemimpinan“-nya dan mengabaikan "demokrasi“-nya[April 2010], adalah pertanda meningkatnya rasa superioritas PKI[April 2010], sesuai dengan statementnya yang menganggap bahwa secara politik, PKI merasa telah berdominasi.[April 2010] Anggapan bahwa partai ini berdominasi,pada akhirnya tidak lebih dari satu ilusi.[April 2010]
Ada pun Gerakan 30 September 1965, secara politik dikendalikan oleh sebuah Dewan Militer yang diketuai oleh D.N. Aidit dengan wakilnya Kamaruzzaman (Syam), bermarkas di rumah sersan (U) Suyatno di komplek perumahan AURI, di Pangkalan Udara Halim. Sedang operasi militer dipimpin oleh kolonel A. Latief sebagai komandan SENKO (Sentral Komando) yang bermarkas di Pangkalan Udara Halim dengan kegiatan operasi dikendalikan dari gedung PENAS (Pemetaan Nasional), yang juga instansi AURI dan dari Tugu MONAS (Monumen Nasional). Sedang pimpinan gerakan, adalah Letkol. Untung Samsuri.
Menurut keterangan, sejak dicetuskannya gerakan itu, Dewan Militer PKI mengambil alih semua wewenang Politbiro, sehingga instruksi politik yang dianggap sah, hanyalah yang bersumber dari Dewan Militer. Tapi setelah nampak bahwa gerakan akan mengalami kegagalan, karena mekanisme pengorganisasiannya tidak berjalan sesuai dengan rencana, maka dewan ini tidak berfungsi lagi. Apa yang dikerjakan ialah bagaimana mencari jalan menyelamatkan diri masing-masing. Aidit dengan bantuan AURI, terbang ke Yogyakarta, sedang Syam segera menghilang dan tak bisa ditemui oleh teman-temannya yang memerlukan instruksi mengenai gerakan selanjutnya.
Antara kebenaran dan manipulasi sejarah. Dalam konflik penafsiran dan kontroversi narasi atas Peristiwa 30 September 1965 dan peranan PKI, klaim kebenaran bagaikan pendulum yang berayun dari kiri ke kanan dan sebaliknya, sehingga membingungkan masyarakat, terutama generasi baru yang masanya jauh sesudah peristiwa terjadi. Tetapi perbedaan versi kebenaran terjadi sejak awal segera setelah terjadinya peristiwa.
Di tingkat internasional, Kantor Berita RRC (Republik Rakyat Cina), Xinhua, memberikan versi bahwa Peristiwa 30 September 1965 adalah masalah internal Angkatan Darat Indonesia yang kemudian diprovokasikan oleh dinas intelijen Barat sebagai upaya percobaan kudeta oleh PKI.[April 2010]
Presiden Soekarno pun berkali-kali melakukan pembelaan bahwa PKI tidak terlibat dalam peristiwa sebagai partai melainkan karena adanya sejumlah tokoh partai yang keblinger dan terpancing oleh insinuasi Barat, lalu melakukan tindakan-tindakan, dan karena itu Soekarno tidak akan membubarkan PKI. Kemudian, pimpinan dan sejumlah perwira Angkatan Darat memberi versi keterlibatan PKI sepenuhnya, dalam penculikan dan pembunuhan enam jenderal dan seorang perwira pertama AD pada tengah malam 30 September menuju dinihari 1 Oktober 1965. Versi ini segera diterima secara umum sesuai fakta kasat mata yang terhidang dan ditopang pengalaman buruk bersama PKI dalam kehidupan sosial dan politik pada tahun-tahun terakhir. Hanya saja harus diakui bahwa sejumlah perwira penerangan telah menambahkan dramatisasi artifisial terhadap kekejaman, melebihi peristiwa sesungguhnya (in factum). Penculikan dan kemudian pembunuhan para jenderal menurut fakta memang sudah kejam, tetapi dramatisasi dengan pemaparan yang hiperbolis dalam penyajian, telah memberikan efek mengerikan melampaui batas yang mampu dibayangkan semula. Dan akhirnya, mengundang pembalasan yang juga tiada taranya dalam penumpasan berdarah antar manusia di Indonesia.
Setelah berakhirnya masa kekuasaan formal Soeharto, muncul kesempatan untuk menelaah bagian-bagian sejarah –khususnya mengenai Peristiwa 30 September 1965 dan PKI yang dianggap kontroversial atau mengandung ketidakbenaran. Kesempatan itu memang kemudian digunakan dengan baik, bukan saja oleh para sejarawan dalam batas kompetensi kesejarahan, tetapi juga oleh mereka yang pernah terlibat dengan peristiwa atau terlibat keanggotaan PKI. Bila sebelum ini penulisan versi penguasa sebelum reformasi banyak dikecam karena di sana sini mengandung unsur manipulasi sejarah, ternyata pada sisi sebaliknya di sebagian kalangan muncul pula kecenderungan manipulatif yang sama yang bertujuan untuk memberi posisi baru dalam sejarah bagi PKI, yakni sebagai korban politik semata. Pendulum sejarah kali ini diayunkan terlalu jauh ke kiri, setelah pada masa sebelumnya diayunkan terlalu jauh ke kanan.
Terdapat sejumlah nuansa berbeda yang harus bisa dipisahkan satu sama lain dengan cermat dan arif, dalam menghadapi masalah keterlibatan PKI pada peristiwa-peristiwa politik sekitar 1965. Bahwa sejumlah tokoh utama PKI terlibat dalam Gerakan 30 September 1965 dan kemudian melahirkan Peristiwa 30 September 1965 –suatu peristiwa di mana enam jenderal dan satu perwira pertama Angkatan Darat diculik dan dibunuh– sudah merupakan fakta yang tak terbantahkan. Bahwa ada usaha merebut kekuasaan dengan pembentukan Dewan Revolusi yang telah mengeluarkan sejumlah pengumuman tentang pengambilalihan kekuasaan, kasat mata, ada dokumen-dokumennya. Bahwa ada lika-liku politik dalam rangka pertarungan kekuasaan sebagai latar belakang, itu adalah soal lain yang memang perlu lebih diperjelas duduk masalah sebenarnya, dari waktu ke waktu, untuk lebih mendekati kebenaran sesungguhnya. Proses mendekati kebenaran tak boleh dihentikan. Bahwa dalam proses sosiologis berikutnya, akibat dorongan konflik politik maupun konflik sosial yang tercipta terutama dalam kurun waktu Nasakom 1959-1965, terjadi malapetaka berupa pembunuhan massal dalam perspektif pembalasan dengan anggota-anggota PKI terutama sebagai korban, pun merupakan fakta sejarah. Ekses telah dibalas dengan ekses, gejala diperangi dengan gejala.
disini Farmuhan yang masih berumur 40 tahun dengan mudahnya dia terpengaruh dengan PKI ini. PKI senang jika ada Farmuhan seorang Assassin's yang berbakat. Farmuhanpun ditugaskan untuk membunuh 9 orang bernama Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi) Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi) Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan) Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen) Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik) Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat).
beruntung dia diselamatkan oleh seorang Santri Muslim perempuan bernama Anieq Nisrina Shofwan, Anieq mencoba menyelamatkan Farmuhan dari pengaruh Komunis. Anieq berusaha untuk menyelamatkan Farmuhan dari pengaruh Komunis yang sudah mencuci otaknya. walaupun Farmuhan terus melakukan perlawanan kepada Anieq dan hampir membunuh Anieq, Anieq terus sabar agar Farmuhan sadar dan dapat mengerti akan akibat yang akan dideritanya.
Beruntung Farmuhan telah lepas dari pengaruh Komunis, sehingga usaha Anieq memberikan hasil. Farmuhanpun bersembunyi di Pondok Pesantren di Bandung. Disana diapun masuk Islam atas ajakan Anieq. Awalnya Farmuhan tidak ingin masuk Islam, tapi karena rasa sukanya pada Anieq Nisrina Shofwan, dia mencoba melamar Anieq, Anieq mnerima lamarannya tapi dia memberi syarat pada Farmuhan bahwa dia harus masuk Islam agar bisa menikah dengannya.
Tanggal 20 Januari 1966 merupakan hari bahagia bagi mereka. Farmuhan dan Anieqpun menikah dengan bahagia. merekapun pergi ke Banyuwangi. Orang tua Farmuhan senang dan juga ikut masuk agama Islam, mereka diajak Anieq untuk ikut agama Islam yang damai dan tenang.
Pernikahan Farmuhan dan Anieq dikaruniai 2 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. mereka hidup bahagia.
Semenjak meninggalnya Fatih, ayah Farmuhan. Farmuhanpun menjadi Mentor Assassin's di Jawa menggantikan ayahnya yang sudah tiada. ayahnya meninggal karena Kanker Paru-paru akut yang sudah tidak bisa ditolong lagi. Bersama Anieq, Farmuhan diajarkan bagaimana caranya menghilangkan pengaruh Templar tanpa membunuh.
Bertahun-tahun mereka melakukannya dan mengajarkan kepada para anggota Assassin's bagaimana caranya berperang tanpa senjata dengan templar dan menghilangkan pengaruh mereka. Selamat bagi mereka, mereka berhasil menghilangkan banyak pengaruh Templar di indonesia
Tapi hal buruk terjadi, sebuah peristiwa Reformasi berdarah pada tahun 1998
Terjadinya banyak amuk massa, dan Farmuhan dipanggil Ke Jakarta untuk melindungi banyak warga-warga orang cina yang mau dibunuh dan diperkosa oleh amuk massa tersebut. armuhan pun harus berusaha melindungi agar mereka selamat. Para Assassin's pun membawa banyak warga cina untuk menyelamatkan diri mereka dan Farmuhan.
sayang Farmuhan gagal menyelamatkan Ita Martadinata Haryono, seorang Assassin's dan Siswi kelas III SMA Paskalis. Ita dibunuh dan diperkosa saat kerusuhan terjadi.
beruntung akhirnya kerusuhan berakhir setlah mundurnya Presiden Soeharto. dan kerusahan pun menjadi tenang
Pada tahun 2000, kesehatan Farmuhan memburuk, dia diagnosis mengalami Kanker Hati. walaupun begitu Farmuhan masih tetap sehat dan mungkin waktu hidupnya hanya 10 tahun. dalam tahun itu, tahun 2000-2010 dia menulis Autobiografi serta cara-cara Assassin's. Di dalam Autobiografinya tertulis bahwa dia ingin sekali berdamai dengan para templar, dan ingin tidak adanya perang di dunia ini.
tahun 2010, tanggal 17 Agustus, Farmuhan Meninggal dengan tenang jam 12.00 siang tepat. dia dikenang sebagai Pahlawan serta mentor Assassin's yang paling revolusioner karena ingin menghentikan Perang yang terjadi antara Templar dan Assassin's.
Keluarga Farmuhan Muhanov
Farmuhan Muhanov
Anieq Nisrina Shofwan (Istri)
Adi Muhanov (Anak pertama)
Deo Muhanov (Anak Kedua)
Irmu Adfin Nadzroh Muhanov (Anak Ketiga)