Anieq Nisrina Shofwan Love Fajar Muhammad Farhan Forever Senin, 29 September 2008 ~ Dunia Software dan Berita Unik TheRealLivingDeal

Game Shop TheRealLivingDeal

Toko Game dan Sotware Online TheRealLivingDeal, Ayo beli game atau software-software disini, kami menyediakan banyak sekali game dan software murah lengkap dan update terus setiap bulannya!!!. berminat untuk membeli di toko online kami? lihat tab "Toko Jual Game dan Software" di atas dan pilih tab "List Game dan Software" untuk melihat list game kami yang tersedia.
AYO BELI GAME DISINI, MURAH MERIAH DAN HEMAT.

Customer Service Admin

Steamprofile badge by Steamprofile.com

Jual Game Dan Software


Toko Game dan Sotware Online TheRealLivingDeal, Ayo beli game atau software-software disini, kami menyediakan banyak sekali game dan software murah lengkap dan update terus setiap bulannya!!!. berminat untuk membeli di toko online kami? lihat tab "Toko Jual Game dan Software" di atas dan pilih tab "List Game dan Software"

Download Launcher Farmuhan Blog for Android

Senin, 29 September 2008

Pencerahan bagi Kemiskinan Fantasi

Pencerahan bagi Kemiskinan Fantasi


Kisah-kisah fantasi dalam sastra, saat ini, boleh dibilang sedang berada di puncak popularitasnya. Cerita-cerita bergenre tersebut tak hanya populer di kalangan anak-anak, tetapi juga meluas di kalangan remaja dan dewasa. Sebuah fenomena yang tidak begitu kuat terjadi pada dekade-dekade sebelumnya.

Hadirnya milenium baru seakan menjadi pintu pembuka popularitas kisah-kisah di negeri antah-berantah yang identik dengan anak-anak ini. Dimulai dari sukses besar seri Harry Potter yang diikuti oleh versi layar lebarnya. Kemudian berlanjut dengan keberhasilan film trilogi Lord of the Ring—biasa disebut LOTR— baik dalam segi finansial maupun penghargaan internasional, seperti Oscar dan Golden Globe.

Hal ini berimbas pada pembuatan versi layar lebar kisah-kisah fantasi lainnya, seperti Chronicles of Narnia, Beowulf serta yang terbaru, Golden Compass—seri pertama trilogi His Dark Material. Hal ini juga diikuti oleh membanjirnya novel-novel yang menjadi bahan dasar adaptasi film-film itu di toko-toko buku yang tak pernah sepi peminat. Meski tak semua versi layar lebarnya memenuhi harapan pembaca setianya, namun hal itu berpengaruh pada popularitas kisah-kisah tentang dunia imajiner yang memesona tersebut.

Apa yang menjadi keistimewaan cerita-cerita bergenre ini? Menurut JRR Tolkien, sang penulis trilogi LOTR ini, dunia fantasi mampu memuaskan hasrat manusia untuk melepaskan diri dari segala keterbatasan dalam kehidupan yang fana ini, termasuk kematian itu sendiri (Charles Moseley, 1997:27).

Kisah-kisah itu menyediakan semacam kemungkinan untuk hal-hal di atas. Tak mengherankan jika cerita-cerita fantasi tak pernah hilang ditelan waktu dan akan selalu memikat manusia tanpa mengenal usia. Bahkan, beberapa di antaranya tak hanya sekadar menghibur, tetapi juga merangsang pencerahan dengan berbagai unsur filsafat, religi dan pengetahuan-pengetahuan lainnya di dalamnya.

Definisi fantasi

Pada umumnya, kisah-kisah fantasi sering diidentikkan dengan petualangan di dunia imajiner yang penuh dengan keajaiban. Namun, apa sebenarnya pengertian fantasi itu sendiri? Colin Manlove dalam Modern Fantasy: 5 Studies (1975) merumuskannya sebagai suatu dunia fiksi yang memesona, yang mengandung elemen-elemen supernatural-substansial dan tak selalu dapat dijelaskan dengan penciptaan ”dunia” atau tak dapat ditemukan dalam cerita-cerita bergenre lain yang lebih bersifat plausible, atau memungkinkan terjadi di dunia nyata.

Kisah-kisah ini sendiri sebenarnya telah dikenal sejak awal peradaban manusia yang dibungkus dalam legenda dan mitos-mitos kuno. Tak mengherankan jika cerita-cerita bergenre ini tak bisa dilepaskan dunia kesusastraan, meski sering kali diidentikkan dengan cerita anak-anak.

Dalam sejarah sastra Barat, kisah fantasi telah berkembang sebelum era Renaisans. Salah satunya, yaitu karya sastra Barat kuno terkemuka, dalam bentuk puisi epik, Beuwolf. Namun, pada perkembangannya karya-karya bernuansa ini sempat tak populer di zaman Renaisans, masa di mana logika dan ilmu pengetahuan menjadi elemen paling menonjol sehingga mendorong penolakan terhadap hal-hal yang berbau fantasi (Manlove, 2).

Pada abad pertengahan, hadirnya kembali kepercayaan terhadap hal-hal yang berbau supernatural akibat pengaruh doktrin gereja merangsang kembali lahirnya kisah-kisah fantasi. Adapun pada saat yang hampir bersamaan di jazirah Arab muncul kisah-kisah 1001 malam, seperti Aladin ataupun Petualangan Sinbad yang penuh dengan elemen-elemen supernatural dengan pengaruh budaya Arab. Namun, meski popularitasnya sempat memudar seiring berjalannya waktu, bukan berarti kisah-kisah tersebut hilang dari peredaran.

Pada abad ke-19, kisah bergenre itu muncul dalam karya-karya penyair besar, seperti Samuel Coleridge, William Blake, dan John Keats.

Namun, berbeda dengan periode sebelumnya, konsep fantasi pada era tersebut berkaitan erat dengan imajinasi kreatif seorang penulis ketimbang kepercayaan terhadap hal-hal mistis (Manlove, 259). Konsep inilah yang bertahan hingga sekarang yang melahirkan karya-karya, seperti Alice’s Adventure in Wonderland (1865) dari Lewis Caroll; trilogi LOTR (1954-55) milik JRR Tolkien; seri Chronicles of Narnia-nya CS Lewis (1950-1956); hingga Harry Potter yang fenomenal serta trilogi His Dark Material yang kontroversial karya JK Rowling dan Phillip Pullman.

Menuju pencerahan

Keberadaan karya-karya tersebut, kendati masih sering kali dikategorikan dalam sastra anak-anak, bukan berarti tidak berbobot dan mencerahkan seperti karya-karya sastra nonfantasi lainnya. Cerita dengan setting imajiner pun tetap bisa memuaskan kebutuhan intelektual maupun spiritual pembacanya melalui interprestasi atau pemaknaan mendalam terhadap berbagai karakter, simbol, dan tema kisah itu sendiri.

Semua penjelasan itu memberi kita alasan mengapa sastra fantasi (walau tak harus diikuti pembuatan filmnya) tidak hanya populer saat ini, tetapi juga berfungsi mencerahkan. Memberi alternatif intelektual bahkan spiritual bagi manusia zaman kini yang kian rancu dalam standar moral dan goyah dalam menghadapi kekinian maupun masa depannya.

Sastrawan, Buku, dan Imajinasi

Sastrawan, Buku, dan Imajinasi

Dalam dunia kepenulisan, totalitas pengarang adalah sebuah keinginan untuk tidak memenjarakan imajinasi. Lidah para sastrawan menjadi jembatan penghubung dunia imajinal ke dunia kenyataan. Keberhasilan memainkan imajinasi menjadi harga mati yang harus dipertaruhkan seorang pengarang. Tidak banyak yang bisa mengeksplorasi cerita menjadi mahakarya yang tak tertandingi. Dari yang sedikit itu, kita diperkenalkan dengan Karl May dengan seri Winnetow-nya, J.K. Rowling dengan serial sihir Harry Potter yang benar-benar menyihir. Dari dalam negeri muncul Agus Sunyoto dengan serial sufisme kontroversial, Syech Siti Jenar (Suluk 1-7), Pramoedya Ananta Toer dengan roman Tetralogi Buru-nya, dan segudang pengarang lain.

Tetapi, yang lebih penting dari itu semua bukanlah karya yang dihasilkan, melainkan lika-liku dan proses panjang yang ditempuh pengarang atas hasil kepengarangannya. Proses yang dilalui pengarang sudah seharusnya menjadi perhatian utama kita. Karena ketika pembaca melihat proses pengarang, maka ia akan belajar lebih banyak dari sana. Kita juga akan tahu bahwa menulis bukanlah sebuah permainan sulap, bim salabim yang sekonyong-konyong ada menurut yang kita kehendaki. Mereka (pengarang) mengalami proses dan tahapan-tahapan yang akhirnya akan sampai pada suatu tahap akhir dari seluruh penyerahan totalitas hidupnya. Karya mereka tidaklah muncul dari arena magis atau semudah kita membalik tangan. Mereka harus melalui proses panjang yang berliku dan terjal. Perlu kesabaran, keuletan dan ketelatenan yang tinggi. Ibarat ulat yang bermula dari kepompong yang pada tahap akhirnya ia akan ber-metamorfosis menjadi kupu-kupu. Tidak berhenti di situ, seorang pengarang punya tanggung jawab besar atas apa yang ia tulis.

Menurut kabar, hingga buku ketujuh ini, oplah penjualan buku Harry Potter mencapai 400 juta eksemplar dan diterjemahkan dalam 64 bahasa. Kiprah petualangan Harry Potter selama satu dasawarsa ini memang telah menyihir ruang baca anak-anak dan siapa saja. Kisahnya terus bersambung hingga sang pengarang memutuskan untuk menghentikan petualangan Harry pada seri ketujuh. Alasannya, pada awal cerita memang setting terakhir telah ditetapkan. Rowling juga ingin seperti pengarang-pengarang lain yang sering membunuh para tokoh rekaannya dengan tujuan agar tidak ada yang menulis kisah pertualangannya yang baru.

Namun, di balik kisah kesuksesan sebuah buku, termasuk Harry Potter, ada saja ulah yang diperlihatkan mereka yang sinis terhadap sebuah karya monumental. Dalam bukunya Aku Ingin Bunuh Harry Potter (Dar! Mizan, November 2007), Hernowo mengungkap perdebatan hebat kalangan ortodoks yang tidak menyukai cerita Harry Potter. Kaum ortodoks Kristen menuduh Rowling mengarahkan anak-anak untuk mempercayai sihir. Dengan asumsi sihir dalam Harry Potter diduga bisa memengaruhi jiwa dan mental anak ke dalam perilaku yang tak masuk akal. Tetapi, Rowling menampik tuduhan itu. Ia menyangkal, justru novelnya itu dapat menumbuhkan kembali minat baca anak-anak, umumnya masyarakat luas. Bukan sebaliknya.

Saya juga teringat dengan fenomena The Satanic Verses-nya Salman Rushdie. Novelis Pakistan keturunan India ini terpaksa harus mengasingkan diri, hidup berpindah-pindah dan rela bersembunyi demi keselamatan hidupnya selama beberapa tahun karena kontroversi novel yang ia tulis. Terutama di negaranya yang mayoritas muslim. Novel yang membuatnya meraih Whitebread Prize 1988 itu harus dibayar dengan harga mahal. Rushdie harus rela dicap kafir oleh mayoritas muslim ketika itu. Karena ia begitu berani bermain-main lewat imajinasinya dengan memasukkan sosok Nabi dalam novel yang ia tulis. Dalam novel tersebut ia dituduh telah menghina dan melecehkan Nabi. Gara-gara novel itu sampai-sampai darahnya halal alias nyawanya terancam. Pemimpin spiritual Iran, Khomeini, menghargai kepalanya dengan uang yang menggiurkan bagi siapa saja yang berhasil membunuh Rusdhie.

Begitu pula apa yang dialami sederet penulis Mesir, seperti Naguib Mahfouz, Nawal El-Sadawi, dan Nasr Hamid Abu Zaid. Mereka dikecam di dalam negeri karena begitu bebas dan berani bermain dengan imajinasi. Menulis dan menyibak sesuatu yang dianggap tabu oleh masyarakat, sehingga mengalami penentangan keras di mana-mana. Bahkan Nasr Hamid diusir dari negeri tempat ia lahir dan dibesarkan. Tidak berhenti di situ, ia dipaksa cerai dengan istri yang dicintainya.

Tak jauh dengan pengalaman di luar negeri, di dalam negeri hal serupa juga dialami sastrawan Pramoedya Ananta Toer. Pram dan novelnya dituduh sebagai penyebar paham komunisme. Buku Pram mendapatkan kecaman dan juga pembrendelan di mana-mana. Ia dan genre sastranya, realisme-sosial, selalu diidentikkan dengan komunis. Dengan tuduhan inilah Pram harus menghabiskan separo hidupnya di dalam pengabnya penjara. Tiga tahun dalam penjara kolonial, satu tahun pada masa Orde Lama dan 14 tahun dipenjarakan tanpa melalui proses pengadilan oleh rezim Orde Baru.

Tetapi, walau begitu, karya sastra terus ditulis dan dipublikasikan sampai suatu saat nanti ajal menjemput mereka. Karya mereka akan tetap eksis dan hidup di hati para pembaca. Bagi mereka, kemerdekaan berpikir adalah hak asasi yang tak bisa dirampas dan dikekang, bahkan oleh penguasa sekalipun. Oleh karena itu, lebih dari sekadar menulis, saya yakin sesungguhnya yang mereka lakukan jauh dari hal main-main. Tulisan mereka hadir karena gerak jiwa dan keteguhan sikap dalam merespons ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi di sekeliling mereka. Misi mulia ini seharusnya selalu ada, hidup di hati dan senantiasa memperteguh jiwa para penulis. Saya jadi teringat kata-kata sang Hujjatul Islam, Al-Gazali: "Jika engkau bukanlah anak raja juga bukan anak ulama' besar, maka jadilah penulis.'' (*)

Buku-Buku Paling Dikecam

Buku-Buku Paling Dikecam

Asosiasi Perpustakaan Amerika belum lama ini mengadakan polling seputar buku-buku yang paling dikecam di abad 21. Hasilnya cukup mencengangkan. Betapa tidak, buku serial Harry Potter karangan JK Rowling berada di urutan terdepan di kategori ini. Salah satu buku terlaris sepanjang sejarah ini dianggap banyak orang, terutama para orang tua, tidak pantas dibaca mengingat di dalamnya mengajarkan ilmu sihir pada anak-anak.

Pada daftar berikutnya ada John Steinbeck yang hasil karyanya, Of Mice and Men, diprotes karena memasukkan unsur rasisme dan kata-kata kotor. Selanjutnya terdapat nama Robert Cormier yang dituding menyebarkan paham anti-keluarga melalui buku senarai Captain Underpants yang dikarangnya.

Fenomena yang terjadi di negeri Paman Sam itu merupakan cermin dari tingginya responsibilitas (apresiasi) khalayak pembaca terhadap hasil karya seorang penulis (buku). Kita kembali diingatkan bahwa menulis buku bukan melulu perkara imajinasi dan kreativitas belaka, namun juga harus dilandasi kesadaran bahwa sebuah buku pada akhirnya akan dikonsumsi dan dinilai oleh publik. Konsekuensinya, respons masyarakat akan menakar: apakah ia positif atau buruk untuk dibaca. Kendati, tak selamanya kecaman terhadap sebuah karya menentukan laris-tidaknya buku tersebut di pasaran.

Sejarah bahkan membuktikan, ada beberapa buku yang ramai dikutuk justru kian membuat ia laku terjual. Ada keingintahuan dan rasa penasaran yang besar tatkala sebuah buku didaftarhitamkan oleh pihak tertentu. Kita masih belum lupa saat rezim Orde Baru mengubur buku-buku revolutif karya Soekarno dengan cara melarangnya untuk dijual bebas. Buku sejenis ini, antara lain Di Bawah Bendera Revolusi, makin diburu oleh khalayak meskipun harus lewat jalur pemasaran ''bawah tanah''. Siasat ''tiarap'' acap menjadi pilihan pasar menghadapi represi yang diberlakukan pihak-pihak tertentu, termasuk penguasa. Ki Pandji Kusmin dengan karyanya, Langit Makin Mendung, layak digolongkan dalam kategori ini.

Yang jelas, persoalan kecam-mengecam buku seperti ini sebenarnya langgam lawas yang pasti akan terus berulang. Sebab, penilaian seseorang atau sebuah pihak hanyalah mewakili sentimen subjektif dan terkesan sepihak. Tergantung siapa yang menilai dan apanya yang dinilai. Dan, setiap penilaian, apa pun itu, sah-sah saja sejauh ia bisa dipertanggungjawabkan alasannya. Karena itu, siapa pun berhak melakukan pengutukan. Dan tentu yang diharapkan adalah mengecam dengan cara yang elegan, yakni karya dilawan dengan karya. Bukan aksi pengecut yang cenderung hipokrit: mengecam karya sementara ia tak bisa berbuat apa-apa.

Fenomena yang menimpa penerbit LKiS dan sejumlah penerbit di Jogja mungkin relevan dengan konteks ini. Sejak beberapa tahun lampau, kalangan penerbit Jogja sering dicap sebagai ''lumbung'' dari mekarnya pemikiran sosial keagamaan yang kritis, nakal, dan kekiri-kirian. Buah pena penulis-penulis ''oposisi'' Timur Tengah semisal Nashr Hamid Abu Zayd, Ali Harb, Abdullahi Anna'im, Abid Aljabiri, Muhammad Syahrur, hingga Mohamed Arkoun, bisa leluasa dinikmati publik, antara lain berkat keberanian penerbit-penerbit Jogja dalam memperkenalkan cakrawala pemikiran baru ke hadapan pembaca.

Bagi sebagian pihak, terutama kalangan muslim tekstualis, upaya ini dirasa patut dikecam lantaran diartikan sebagai upaya ''sekularisasi Islam''. Sementara di sebagian pihak yang lain, justru memuji hal itu sebagai dinamisasi pemikiran keislaman yang kaya warna. Sekadar contoh, buku Fiqih Lintas Agama yang oleh sebagian pihak diikhtiarkan sebagai kran pembuka bagi dialog antaragama, justru divonis pihak lain sebagai buku ''tabu'' yang harus ditutup rapat.

Membincang pengecaman buku sama halnya dengan berbicara tentang kontroversi. Sebuah kontroversi menoleransi munculnya dua sisi penilaian, hitam dan putih. Bergantung dari terminal pemikiran mana ia mengapresiasinya. Kecaman Taufiq Ismail terhadap maraknya karya sastra yang ia sebut beraliran SMS (Sastra Mazhab Selangkangan) yang dipunggawai Hudan Hidayat, Ayu Utami, dan kawan-kawan, tentu tak akan pernah sealur dengan optik penilaian yang dipakai para penentangnya. Mereka berpandangan sastra adalah khazanah nirbatas, termasuk batas moral sekalipun. Beberapa tahun silam, trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya fenomenal Ahmad Tohari pun tak luput dari kecaman. Sejumlah guru sekolah menilai novel sastrawan asal Banyumas ini diwarnai dengan ''visualisasi'' adegan mesum yang tak laik dibaca anak usia sekolah. Walaupun kita tahu, karya ini termasuk di antara karya terbaik jagad kesusasteraan Nusantara, toh tak luput dari kecaman.

Awal 2000-an, kejutan dibuat oleh Hartono Ahmad Jaiz. Dua seri bukunya bertajuk Bahaya Pemikiran Gus Dur: Menyakiti Hati Rakyat serta Belitan Tasawuf Iblis: Gus Dur Wali? menyentak kaum nahdliyyin. Pelbagai kecaman serta-merta dialamatkan kepada Hartono. Namun ia bergeming karena merasa apa yang ditulisnya mewakili kebenaran, paling tidak versi dirinya pribadi. Bahkan tak lama berselang ia bersama Abdurrahman Almukaffi membidani dirilisnya buku Rapot Merah Aa Gym: MQ di Penjara Tasawuf. Giliran komunitas pemuja Aa Gym yang berang dan membalas dengan buku yang menggugat balik kebenaran argumentasi Hartono cs.

Yang perlu dicermati, kecaman tak selalu berarti genta kematian bagi para penulis. Aidh Al-Qarni dulu dikecam habis oleh otoritas ulama Arab Saudi. Ia dianggap sok tahu dan masih ''anak ingusan''. Namun pasar membuktikan, karya-karya Al-Qarni, antara lain La Tahzan, mampu menjadi karya terlaris di Timur Tengah. Bahkan best seller di banyak negara Islam, termasuk Indonesia.

Sekali lagi, pada batas tertentu, mengecam sebuah buku boleh saja dilakukan. Apalagi demi alasan perbaikan. Para pemerhati dan praktisi pendidikan ramai-ramai mengecam buku-buku pelajaran yang diterbitkan pemerintah pusat yang selama ini dipandang memandulkan kreasi siswa, kering, seragam, dan monoton. Tapi, sampai sekarang, pemerintah tak melakukan revisi yang memadai. Untuk kemajuan, kecaman serupa ini malah harus terus digemakan.

Selama ini unsur SARA (suku, agama, dan ras), moral, pendidikan, dan seksualitas masih menjadi barometer guna mengukur responsibilitas kaum pembaca buku. Harus tertanam kehati-hatian agar penulis tak tergelincir untuk mempermainkan zona yang dianggap berbahaya, semisal batas-batas akidah. Tentu kita masih ingat buku Ayat-Ayat Setan yang dianggap melecehkan pakem keyakinan umat muslim. Jika hal ini yang terjadi, bukan hanya karyanya yang diberangus. Namun sang penulis, Salman Rushdie harus terancam kenyamanan hidupnya karena terus diburu dan dijadikan target pembunuhan.

Rising Star Tampil Bersinar

Rising Star Tampil Bersinar
Lupakan sejenak si kembar Olsen, Mischa Barton, Lindsay Lohan, dan Paris Hilton yang selama ini sering dijadikan fashion icon. Sekarang ada bintang-bintang baru yang mulai bersinar dengan style yang nggak kalah seru tentunya. Di deretan artis pendatang baru yang merebut perhatian itu, ada AnnaSophia Robb, Miley Cyrus, Selena Gomez, Demi Lovato, dan Emma Watson.

Meski masih remaja, penampilan mereka bisa disejajarkan dengan bintang-bintang lain yang lebih dulu muncul. Posisi sebagai public figure memang menuntut mereka untuk selalu siap dengan jepretan kamera paparazi.

Nah, bukan nggak mungkin gaya mereka bisa jadi inspirasi buat kamu. Yuk, kita kulik satu per satu. Mulai gaya dandan AnnaSophia Robb, bintang yang bermain dalam Bridge to Terabithia.

Artis yang memulai debut karirnya sejak 2004 itu cenderung memilih gaya girlie untuk urusan penampilan. Misalnya, dress hitam kombinasi merah dan biru ini. Dengan bahan mengilap, penampilan Anna terlihat bersinar.

Namun, bukan berarti cewek kelahiran 1992 itu nggak bisa tampil sporty. Anna juga pernah bergaya boyish dengan warm jacket abu-abu dipadu legging dan bot hitam.

Dari AnnaSophia Robb, kita beralih ke Miley Cyrus. Aktris remaja yang melejit lewat perannya di serial Hannah Montana tersebut memang dikenal ceria dan murah senyum. Keceriaan gadis yang sering disapa Miley itu juga terlihat dari gaya busananya.

Warna-warna cerah jadi pilihan Miley dalam bergaya. Misalnya, tube dress warna jingga berdetail pita dan peasant. Miley juga kerap mengenakan aksesori yang match dengan busana. Misalnya, gelang dan clucth bag.

Jika Miley suka warna-warna cerah, Emma Watson, pemeran Hermione Granger dalam serial Harry Potter, lebih memilih warna hitam untuk gaunnya. Kebetulan, gadis 18 tahun itu biasa tampil kasual dalam keseharian. Namun, dalam perayaan ultahnya yang ke-18, Watson tampil cantik dengan balutan dress hitam. Dia melengkapi penampilannya dengan high heels dan sling bag yang juga hitam.

Next, De-Style punya Demi Lovato. Cewek yang mulai berakting di usia 6 tahun dalam Barneys & Friends itu punya style yang tomboi abis. Sepintas gaya Demi mirip Ashley Simpson. Namun, Demi bisa dibilang sedikit lebih "manis". Suatu kali, Demi bergaya boyish lewat paduan kemeja, vest, dan dasi kupu-kupu.

Di kesempatan lain, Demi ingin tampil lebih "manis". Gadis 16 tahun yang juga piawai menyanyi dan menulis lagu tersebut mengenakan dress polkadot hitam dipadu bolero kuning. Belt tipis disematkan di pinggang. Demi menambahkan big bangle kuning untuk mempermanis tampilannya.

Sementara itu, sobat Demi yang bermain bersama dalam Barneys & Friends, Selena Gomez, suka berdandan kasual. Skinny jeans menjadi pilihan utama cewek kelahiran New York itu. Selena sering memadukan skinny jeans dengan kaus dan vest. Untuk acara resmi, Selena masih memercayakan penampilannya pada skinny kesayangannya. High heels dimanfaatkan untuk mengakali kesan terlalu santai.

Hmm... gimana nih? Gaya para pendatang baru di atas bisa dijadikan inspirasi gaya barumu, bukan? Selamat mencoba.

THE CHANGCUTERS


Grup band The Changcuters, ibarat mendapat durian runtuh. Album pertamanya Mencoba Sukses, menghantarkannya ke kesuksesan sebenarnya. Lagu Racun Dunia dan I love You Bibeh, menduduki top chart radio terkemuka Jakarta. Sukses band asal Bandung ini berlanjut dengan membintangi film The TariX JabriX. Lewat album pertamanya itulah The Changcuters menggila menebar racun.

Satu kalimat yang tepat untuk grup band The Changcuters adalah, gila, jenaka ancur (hancur). Grup yang dibentuk tahun 2004 ini diawaki Tria (vokal), Qibil (gitar), Alda (gitar), Dipa (bas) dan Erick (dram). Meski mereka telah meraih sukses, tapi tetap rendah hati. Saat mengunjungi tabloid XO, Rabu (7/5), lima personel The Changcuters ini sangat bersahabat dan akrab. Wawancara dan pemotretan pun berjalan lancar, diiringi gelak tawa seakan tak ada habisnya.

Keceriaan, humor dan gaya canda ada pada mereka. Terbukti ketika mereka datang ke redaksi XO, ada-ada saja obrolan dan tingkah laku jenaka. Ada yang cuek ganti celana dan memamerkan pakaian dalamnya. Mengawali pembicaraan tentang film The TariX JabriX, Tria, Dipa, Qibil, Erik dan Alda menuturkan pengalaman akting mereka masing-masing. “Wah, banyak yang berubah. Salah satunya, kulit saya tambah hitam,” tutur Tria.

Lain lagi penuturan Qibil, agak sulit berbicara serius dengan mereka. Namun pengalaman paling berharga saat bermain film, menurut mereka adalah tambah ilmu, khususnya akting, teman dan pengalaman. “Satu lagi jadi tambah nomor telepon artis, he he he,” tambah Tria sambil tertawa.

Mencoba dunia akting tentu bukan satu-satunya alasan The Changcuters untuk ikut bergabung dalam film The TariX JabriX. Media film salah satu tempat untuk memromosikan albumnya. Itu hal utama yang membuat mereka berminat bergabung di film komedi itu. “Tujuan awal bekerjasama memang promosi album. Makanya lagu kita dipakai untuk soundtrack-nya, dan ini pertamakalinya kan band promosi lewat media film. Akhirnya berhasil, dan hasilnya memuaskan, Alhamdulillah,” ujar Tria.

Kendati bermain film semakin membuat mereka tenar, tapi tidak membuat mereka lupa diri bahwa mereka adalah pemain band. Perhatian dan keseriusan mereka lebih besar di musik dibanding film. “Kita akan tetap serius di musik. Karena kita memang lahir, dipertemukan dan dibesarkan di dunia musik,” jelas Tria.

Doa Restu Orangtua

Ketenaran tak membuat mereka tinggi hati. Rasa syukur tak terkira selalu mereka kedepankan. Apalagi buah keberhasilan ini tak lepas dari doa dan restu orangtua. Tujuan masing-masing personel sama, membuat orangtua bahagia. “Kita bisa begini tak lepas dari doa restu orangtua. Membahagiakan orangtua tidak harus dengan memberinya materi. Tapi bagaimana kita membuat orangtua bangga dan bahagia,” tutur Tria.

Menurut Tria, sejauh ini orangtua mereka memang sangat bangga dan bahagia. “Buktinya saat kita muncul di televisi, orangtua kita bercerita kepada tetangga. ‘Eh, itu anak saya ada di teve’. Itukan namanya kita dibanggakan, he he he,” kata Tria setengah berkelakar.

Sejenaka-jenakanya, saat menuturkan merintis karier hingga seperti sekarang, mereka sangat serius. Mata mereka terlihat agak berkaca-kaca saat berbicara tentang orangtua masing-masing. “Membanggakan orangtua penting banget ya, meskipun membanggakan orangtua nggak harus menjadi seperti ini. Tapi ridho orangtua sangat penting, kita tak pernah bisa membalas apa yang sudah diberikan orangtua kepada kita. Meski sibuk, sebisa mungkin kalau ada waktu kosong kita habiskan bersama orangtua,” kata Qibil.

Serius Bermusik

Keseriusan dalam bermusik sebenarnya sudah terlihat sejak The Changcuters berdiri. Sejak itu hingga sekarang mereka tetap solid dan eksis meskipun hanya dikenal oleh komunitas mereka. Terbentuknya The Changcuters berawal dari persahabatan Tria, Qibil dan Dipa yang pada tahun 2000 kuliah di Universitas Negeri Padjajaran Bandung.

Sejak kuliah di satu perguruan tinggi Bandung itu, mereka sangat gemar nonton acara-acara pentas musik yang sedang ramai di Bandung. Bosan hanya sebagai penonton, keinginan untuk ditonton pun muncul. Hingga akhirnya pada suatu malam, Tria, Qibil dan Dipa mengajak Erik dan Alda, membentuk grup band, yang berbeda dari band-band yang sudah ada.

Nama The Changcuters dipilih secara spontan, diambil dari nama teman SMP Qibil, yaitu Cahya yang nama panggilannya adalah Cangcut. “Si Cangcut itu tingkahnya ada-ada saja. Orangnya seru gitu. Akhirnya saya, Dipa dan Qibil memutuskan untuk membentuk grup band beraliran rock’n roll, dengan nama The Changcuters,” ungkap Tria.

Pengalaman manggung di berbagai audisi juga dijadikan penyemangat mereka untuk band bentukannya. “Dulu kita sering manggung bawain lagu sendiri. Bukan gaya-gayaan, tapi memang takut salah kalau bawain lagu orang he he he,” ujar Qibil.

Senang bercanda dan cuek ternyata membawa pengaruh positif untuk karier musik mereka. “Kita memang senang bercanda, jadinya membuahkan hasil positif, nggak kaku dan lebih gampang kerjasama. Tapi meski senang becanda kita serius kok di musik,” ujar Tria.

Begitu juga soal kepindahan mereka dari indie label ke major label. Karena habis kontrak dengan label indie terdahulunya, lalu mereka ditawari bergabung dengan salah satu major label setelah melihat performance mereka di televisi. “Kita nggak pernah mengkotak-kotakkan indie label dengan major label. Semuanya kita anggap sebagai jembatan untuk kerjasama. Kita sebagai sebuah band memang harus maju,” ujar Tria.

Dipa menambahkan, meskipun berlabel major mereka tetap merasa, musik mereka tetap indie dan yakin tidak pernah ditinggalkan penggemarnya meski kini di label major. Lirik lagu yang unik dan ceplas-ceplos diakui mereka tidak pernah terinspirasi dari apa-apa. “Kita selalu spontan membuat lagu, to the point aja, nggak perlu susah-susah. Kita pernah buat lagu lima menit jadi. Tapi ada juga yang sudah dibuat setahun nggak jadi-jadi,” tambah Dipa.

Sama seperti lagu hit mereka Racun Dunia, muncul karena kekagumannya akan kehebatan wanita yang selalu bisa menaklukkan laki-laki sehebat apapun. Hingga sekarang mereka tetap mengakui itu.

Band Legendaris

Ingin dikenang dan menjadi band legendaris seperti The Beatles atau Bob Marley, merupakan obsesi jangka panjang band asal Bandung ini. “Kalau kita sih pengin banget tetap eksis sampai mati di band dan menjadi legenda. Kalau suatu hari saya sudah nggak bisa nyanyi, saya akan tetap nyanyi walaupun pakai bahasa isyarat, ha ha ha,” ujar Tria yang senang dengan potongan rambut mirip Jim Carey di film Ace Ventura.

Untuk tetap solid dan menjadi legenda bukan hal mudah. Mereka juga tidak menampik perselisihan di antara mereka pasti ada. “Kalau berantem-berantem kecil sih pasti ada. Tapi kita selalu menyelesaikan dengan komunikasi. Meskipun sudah tusuk-tusukan pakai pisau, ha ha ha… nggak ding becanda,” imbuh Dipa.

Ada lima kiat khusus untuk menjaga kekompakan. Menurut Dipa; istirahat yang cukup kalau ada waktu luang. Tria melanjutkan; jangan sampai perut kosong. Qibil sendiri menyebutkan; minumlah vitamin untuk menjaga stamina. Alda tak mau kalah; harus meminta ridho orangtua. Kiat paling beda dikatakan Erick. “Satu lagi, jangan lupa mengerjakan LKS (Lembar Kerja Siswa), khususnya anak-anak sekolah. Mudah-mudahan sukseslah,” katanya tanpa tertawa sedikitpun.

Itulah tingkah laku kocak dan dan kata-kata mereka yang apa adanya. Tapi tentang totalitas dan eksistensi menjadi legenda, menjadi mimpi manis mereka dikemudian hari.

kejadian gerhana matahari

Gerhana matahari terjadi ketika posisi Bulan terletak di antara Bumi dan Matahari sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya Matahari. Walaupun Bulan lebih kecil, bayangan Bulan mampu melindungi cahaya matahari sepenuhnya karena Bulan yang berjarak rata-rata jarak 384.400 kilometer dari Bumi lebih dekat dibandingkan Matahari yang mempunyai jarak rata-rata 149.680.000 kilometer.

Gerhana matahari dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: gerhana total, gerhana sebagian, dan gerhana cincin. Sebuah gerhana matahari dikatakan sebagai gerhana total apabila saat puncak gerhana, piringan Matahari ditutup sepenuhnya oleh piringan Bulan. Saat itu, piringan Bulan sama besar atau lebih besar dari piringan Matahari. Ukuran piringan Matahari dan piringan Bulan sendiri berubah-ubah tergantung pada masing-masing jarak Bumi-Bulan dan Bumi-Matahari.

Gerhana sebagian terjadi apabila piringan Bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup sebagian dari piringan Matahari. Pada gerhana ini, selalu ada bagian dari piringan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan.

Gerhana cincin terjadi apabila piringan Bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup sebagian dari piringan Matahari. Gerhana jenis ini terjadi bila ukuran piringan Bulan lebih kecil dari piringan Matahari. Sehingga ketika piringan Bulan berada di depan piringan Matahari, tidak seluruh piringan Matahari akan tertutup oleh piringan Bulan. Bagian piringan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan, berada di sekeliling piringan Bulan dan terlihat seperti cincin yang bercahaya.

Gerhana matahari tidak dapat berlangsung melebihi 7 menit 40 detik. Ketika gerhana matahari, orang dilarang melihat ke arah Matahari dengan mata telanjang karena hal ini dapat merusakkan mata secara permanen dan mengakibatkan kebutaan.

kejadian gerhana matahari

Gerhana matahari terjadi ketika posisi Bulan terletak di antara Bumi dan Matahari sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya Matahari. Walaupun Bulan lebih kecil, bayangan Bulan mampu melindungi cahaya matahari sepenuhnya karena Bulan yang berjarak rata-rata jarak 384.400 kilometer dari Bumi lebih dekat dibandingkan Matahari yang mempunyai jarak rata-rata 149.680.000 kilometer.

Gerhana matahari dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: gerhana total, gerhana sebagian, dan gerhana cincin. Sebuah gerhana matahari dikatakan sebagai gerhana total apabila saat puncak gerhana, piringan Matahari ditutup sepenuhnya oleh piringan Bulan. Saat itu, piringan Bulan sama besar atau lebih besar dari piringan Matahari. Ukuran piringan Matahari dan piringan Bulan sendiri berubah-ubah tergantung pada masing-masing jarak Bumi-Bulan dan Bumi-Matahari.

Gerhana sebagian terjadi apabila piringan Bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup sebagian dari piringan Matahari. Pada gerhana ini, selalu ada bagian dari piringan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan.

Gerhana cincin terjadi apabila piringan Bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup sebagian dari piringan Matahari. Gerhana jenis ini terjadi bila ukuran piringan Bulan lebih kecil dari piringan Matahari. Sehingga ketika piringan Bulan berada di depan piringan Matahari, tidak seluruh piringan Matahari akan tertutup oleh piringan Bulan. Bagian piringan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan, berada di sekeliling piringan Bulan dan terlihat seperti cincin yang bercahaya.

Gerhana matahari tidak dapat berlangsung melebihi 7 menit 40 detik. Ketika gerhana matahari, orang dilarang melihat ke arah Matahari dengan mata telanjang karena hal ini dapat merusakkan mata secara permanen dan mengakibatkan kebutaan.

PENUTUPAN

SESUDAH ANDA MEMBACA BLOG SAYA INI, SILAHKAN KUNJUNGI BLOG SAYA YANG LAIN. SILAHKAN LIHAT BLOG SAYA YANG LAIN DI PROFIL SAYA.
SESUDAH ANDA MEMBACA BLOG SAYA INI, SILAHKAN ANDA MENGAMALKAN APA SAJA YANG TERKANDUNG DIDALAMNYA.
JANGAN LUPA ANDA MEMBERI KOMENTAR DI BLOG SAYA INI
TERIMA KASIH


tertanda
si pembuat blog



fajar muhammad farhan

UCAPAN TERIMA KASIH

UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA:


Ø ALLAH YANG MAHA ESA

Ø NABI BESAR MUHAMMAD SAW.

Ø KEPADA ORANG TUAKU

Ø KEPADA SAUDARA DAN KELUARGAKU

Ø KEPADA TEMAN-TEMANKU YANG BAIK HATI DAN SENANG BERTEMAN DENGANKU

Ø KEPADA SEMUA WEBSITE DISELURUH DUNIA YANG TELAH MENGEMBANGKAN BLOGKU

Ø KEPADA BAND-BAND DI SELURUH NUSANTARA

Ø KEPADA GURU-GURUKU YANG SENANG MENGAJARIKU

Ø KEPADAMU YANG SETIA MEMBACA BLOGKU DAN MENGAMALKAN APA YANG ADA DIDALAMNYA


Daftar Semua Post