Anieq Nisrina Shofwan Love Fajar Muhammad Farhan Forever Rabu, 20 Agustus 2008 ~ Dunia Software dan Berita Unik TheRealLivingDeal

Game Shop TheRealLivingDeal

Toko Game dan Sotware Online TheRealLivingDeal, Ayo beli game atau software-software disini, kami menyediakan banyak sekali game dan software murah lengkap dan update terus setiap bulannya!!!. berminat untuk membeli di toko online kami? lihat tab "Toko Jual Game dan Software" di atas dan pilih tab "List Game dan Software" untuk melihat list game kami yang tersedia.
AYO BELI GAME DISINI, MURAH MERIAH DAN HEMAT.

Customer Service Admin

Steamprofile badge by Steamprofile.com

Jual Game Dan Software


Toko Game dan Sotware Online TheRealLivingDeal, Ayo beli game atau software-software disini, kami menyediakan banyak sekali game dan software murah lengkap dan update terus setiap bulannya!!!. berminat untuk membeli di toko online kami? lihat tab "Toko Jual Game dan Software" di atas dan pilih tab "List Game dan Software"

Download Launcher Farmuhan Blog for Android

Rabu, 20 Agustus 2008

Melawat ke Negeri Ratu Bilqis

"Bawalah beras. Di sana, orang-orang kelaparan." Kerabat salah seorang anggota tim kesenian dari Sumatera Barat yang hendak berangkat ke Ethiopia memberi saran itu. Kawan-kawannya yang lain memperingatkan untuk tak "jajan" sembarangan karena angka penderita AIDS di Ethiopia tinggi. Lalu ada lagi anjuran untuk minum obat antimalaria sebelum berangkat.

Seabrek gambaran tak menyenangkan itu disodorkan: HIV/AIDS, kelaparan, ranjau, perang saudara, malaria, demam kuning, dan entah apalagi. Komentar yang sama juga diterima para penari dan pemusik lain yang diundang tampil di Addis Ababa, ibukota Ethiopia, untuk memperingati 40 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Ethiopia, 20 Februari-4 Maret lalu.

Mendengar aneka komentar itu ia tertawa geli. "Ini karena citra Ethiopia di mata kita begitu buruk," ucapnya.

Citra suram Ethiopia memang sudah tertanam lama di benak kita. Kita ingat pada 1984, penyanyi Irlandia Bob Geldof gencar mengkampanyekan Live Aid untuk menolong orang-orang Ethiopia yang kelaparan. Begitu pula Michael Jackson menggelar konser amal Save the Children. Di televisi, yang tampak adalah anak-anak kurus kering yang dikerubuti lalat dan tengah bertarung melawan maut.

Gambaran papa orang Ethiopia juga melekat di benak antara lain lewat Iwan Fals yang pernah mempopulerkan lagu Ethiopia dalam album bertitel sama pada 1986. Masih terngiang Iwan bersyair dalam lagu itu:Di sana terlihat ribuan burung nazar/terbang di sisi iga-iga yang keluar.../menjerit Afrika mengerang Ethiopia...

Sastrawan Ahmad Tohari juga pernah secara menyentuh melukiskan penderitaan mereka dalam cerpen Senyum Karyamin (1989). Digambarkan bagaimana petugas dari kelurahan mendatangi Karyamin, seorang petani miskin di pedesaan Jawa Tengah, untuk meminta sumbangan. Petugas itu mengatakan, uang hasil sumbangan itu akan dikirimkan ke Ethiopia untuk membantu korban-korban kelaparan. Karyamin yang tengah berada di pematang menatap sawahnya yang kering hanya bisa tersenyum kecut mendengar permintaan sumbangan itu.

Apakah panorama "hamparan manusia menunggu mati", mengutip lirik lagu Iwan Fals, itu yang saya temukan selama dua pekan di sana? Apakah negeri dengan penduduk 68 juta jiwa itu tampak seperti yang digambarkan Anton Antonowicz di Addis Tribune edisi 20 Februari, "terlanjur percaya bahwa iblis telah memanggang tanah mereka dan melemparkan hati mereka kepada debu"?

Separuh penduduk Ethiopia memang berada dalam garis kemiskinan. Mereka, hampir 80 persen penduduknya, tinggal di daerah pedalaman. Angka pengangguran mencapai 27 juta orang. Pendapatan per kapita mereka US$ 110 pada 2001 atau seperdelapan pendapatan per kapita orang Indonesia.

Tinggal di gojo atau tukul, rumah tradisional berbentuk kerucut dengan atap jerami dan berdinding lempung, mereka hidup dari ladang pertanian yang miskin air--sebagian besar merupakan sawah tadah hujan. Mereka umumnya memanen teff untuk diolah menjadi injera, makanan tradisional Ethiopia, mirip makanan yang di Jawa Tengah biasa disebut juwawut.

Jumlah orang-orang yang kelaparan pun membengkak: dari 8,7 juta orang (jumlah penduduk Ethiopia pada 1984 itu sekitar 42 juta orang) menjadi 14,5 juta orang pada tahun ini. Inilah yang membikin pemerintah mengandalkan bantuan kemanusiaan dari pemerintah asing. Namun seperti ditulis Robert D. Kaplan dalam buku Surrender or Starve: Travel in Ethiopia, Sudan, Somalia, and Eritrea (Vintage Books, 2003), bantuan kemanusiaan itu tak banyak yang sampai ke tangan masyarakat miskin. "Pemerintah Ethiopia telah memanipulasi kelaparan demi kepentingan rezimnya," tulis Kaplan.

Tapi Ethiopia bukan cuma hamparan "tanah terpanggang" dan "wajah-wajah yang terbakar"--nama "Ethiopia" berarti "wajah-wajah yang terbakar matahari", sebutan bangsa Yunani pada orang-orang dari kawasan selatan Yaman (Ethiopia) pada abad pertama Masehi. Negeri ini juga punya sisi wajah yang menarik, eksotis, dan masa lalu yang cemerlang.

"Jangan lupa kami ini negeri tertua di dunia. Kami begitu bangga pada sejarah kami, tak pernah dijajah oleh negara mana pun, dan kami keturunan Ratu Sheba yang cantik. Ini negeri Ratu Sheba," ucap Senait Abebe, gadis berusia 20-an tahun, mengungkapkan kebanggaannya menjadi orang Ethiopia.

Negeri tertua? Sebagian orang masih percaya bahwa Ethiopia menjadi tempat pertama turunnya Adam dan Hawa dari surga. Tapi sejarawan tak pernah mengesahkan cerita ini.

Temuan arkeologis yang mendukung bahwa Ethiopia mewarisi peradaban manusia tertua di dunia adalah ditemukannya kerangka manusia bernama Lucy berusia 3,5 juta tahun dan Homo ramidus afarensis (kera mirip manusia) berusia 4,4 juta tahun. Kerangka Lucy itu kini disimpan di Museum Nasional di Addis Ababa. Lucy punya dua tangan dengan tinggi badan 3,5 kaki atau 1,05 meter. Nama Lucy diambil dari lirik lagu The Beatles, "Lucy in the sky with diamond."

Ratu Sheba
Cerita Ratu Sheba lalu melengkapi riwayat peradaban negeri di Afrika Timur itu. Ratu Sheba bagi masyarakat Ethiopia menjadi simbol kejayaan masa lalu, simbol kecantikan dan keberanian seorang ratu yang tanpa takut menyeberangi lautan untuk menemui King Solomon atau Nabi Sulaiman. Orang Islam biasa menyebut Ratu Sheba sebagai Ratu Bilqis.

Di sembarang gerai suvenir yang bertebaran di Addis Ababa, kita bisa menemukan gambar-gambar fragmen pertemuan Bilqis-Sulaiman itu di atas secarik lukisan, poster, hingga ke kain-kain selendang. Fragmen-fragmen itu meliputi bagaimana Bilqis pada 950 Sebelum Masehi itu membawa kafilah dan pelbagai upeti (antara lain emas dan gading), bagaimana ia membawa lebih dari 700 unta, menyeberangi Laut Merah, melewati Yaman, dan sampai di kerajaan Sulaiman di Jerusalem.

Dari gambar-gambar itu, juga dari lukisan-lukisan para perupa yang tersimpan di museum Universitas Haile Selassie, Ratu Sheba tak digambarkan berkulit hitam. Pelukis Italia Oronzo Corigliano yang tengah berpameran di Hotel Hilton pada 1-8 Maret juga tak menggambarkan Ratu Sheba berkulit hitam. Ia menggunakan warna cokelat untuk melukiskan wajah sang ratu yang jelita itu.

Di Addis Ababa, gadis-gadis Ethiopia memang lebih tampak berkulit cokelat, sebagian di antaranya malah berkulit sawo matang. Mereka juga tampak amat peduli pada penampilan. Gadis-gadis itu tampil modis.

"Orang Ethiopia itu berbeda. Mereka tak mau disebut sebagai orang Afrika yang umumnya berkulit hitam. Mereka ingin disebut sebagai percampuran Arab-Afrika. Arab adalah darah dari King Solomon, karena Ratu Sheba punya anak dari Solomon," ungkap Sumartoyo Suadi, 60 tahun, warga Indonesia yang sudah tinggal di Ethiopia selama 40 tahun.

Dari darah daging King Solomon itulah Ratu Sheba melanjutkan keturunannya untuk memimpin kerajaan Saba, cikal bakal Ethiopia. Menelik, anak Ratu Sheba, kemudian meluaskan tanah kekuasaannya. Ibukota kerajaan pun kemudian berpindah-pindah seiring dengan masuknya pengaruh Kristen. Tercatat yang pernah menjadi ibukota antara lain Axum, Lalibela, Gondar, dan kini Addis Ababa.

Ketika Islam masuk dan memegang tampuk kekuasaan, nama negara itu pun berubah menjadi Abyssinia. Pemerintahan Orthodox kemudian mengubahnya menjadi Ethiopia. Di negara itu kini jumlah penganut Islam mencapai 45 persen dan orthodox (40 persen). Sisanya adalah animisme (10 persen) dan agama lain.

Puncak Kejayaan
Pada akhir abad 19, Raja Menelik II yang beragama orthodox kemudian membangun Addis Ababa dan menjadikannya sebagai ibukota. Pada periode Menelik II inilah Ethiopia digambarkan mencapai puncak kejayaan. Ia memimpin Ethiopia menuju sebuah negeri modern.

Puncak yang lain dicatat oleh Kaisar Haile Selassie yang memimpin Ethiopia dari 1930 hingga 1974. Haile Selassie mengklaim bahwa ia adalah generasi ke-225 dari garis Solomon. Di masa kekuasannya ia berhasil mengusir Italia yang sempat menduduki negeri itu dari 1936-1941.

Rezim militer di bawah pimpinan Kolonel Mengistu Haile Mariam kemudian menumbangkan Haile Selassie dan menjadikan Ethiopia sebagai negara sosialis. Di masa pemerintahan Mengistu inilah kelaparan merajalela. Mengistu lalu digulingkan oleh koalisi Ethiopian People's Revolutionary Democratic Front pada 28 Mei 1991. Ethiopia pun berubah menjadi Republik Demokratik Federal.

Di Museum Nasional dan Museum Universitas Haile Selassie di Addis Ababa, perjalanan panjang bangsa yang berbatasan dengan Eritrea dan Djibouti (Utara), Sudan (Barat), Somalia (Timur), dan Kenya (Selatan) ini tercatat dengan baik. Namun peninggalan sejarah terbesar Ethiopia lebih banyak ditemukan di Axum, Lalibela dan Gondar.

Di Axum yang berjarak lebih dari 500 kilometer utara Addis Ababa, ada peninggalan tugu tertua yang terbuat dari batu granit. Axum adalah kota terkuno dengan usia lebih dari 3.000 tahun. Di kota ini pula ada peninggalan makam dan pemandian Ratu Sheba yang melegenda. Lalu ada Katedral St. Mary Zion abad ke-16 yang merupakan gereja tersuci di Ethiopia. Konon di dekat altar gereja ini tersimpan Ark of Covenant (Sepuluh Perintah Tuhan) asli.

Lalu di Gondar, sekitar 400 kilometer arah Barat Laut Addis Ababa, terdapat bangunan-bangunan kastil abad pertengahan. Arsitektur kastil ini gabungan antara tradisi Axum dan pengaruh Arab. Sedangkan di Lalibela, sekitar 300 kilometer utara Addis Ababa, terdapat 11 gereja abad ke-12 yang dibangun di bawah tanah.

Sementara itu Harar, sekitar 400 kilometer timur Addis Ababa, menjadi pusat peninggalan Islam. Harar yang tak jauh dari Somalia itu dikelilingi tembok dengan lima pintu gerbang masuk. Di dalam gerbang, terdapat sekitar 90 masjid yang menjadi pusat dakwah, benteng pertahanan, dan sekaligus sentra kerajinan tangan.

Di Harar ini pula ada peninggalan rumah Arthur Rimbaud, sastrawan Prancis yang eksentrik. Selama di Harar, Rimbaud meninggalkan dunia sastra dan memilih menjadi pedagang budak dan penyelundup senjata. Ia cuma tercatat sekali menggelar pentas drama di Harar. Rimbaud mati muda dalam usia kurang dari 40 tahun.

Addis Ababa
Sejarah masa lampau yang penuh warna inilah yang melapisi citra kusam Ethiopia kini. Kota-kota tua itu, juga Addis Ababa yang berada di ketinggian 2.400 meter dari permukaan air laut itu, adalah kota yang menyimpan banyak cerita.

Addis Ababa berarti Bunga Baru. Di kota yang dingin dengan suhu rata-rata 16 derajat celcius ini tumbuh subur aneka macam bunga, dari mawar hingga jacaranda. Juga aneka macam pepohonan dari pisang, pepaya, kayu putih, hingga akasia. Di kota dengan penduduk sekitar 3 juta jiwa ini pula ribuan jenis burung terbang bebas.

Yang tampak paling sering mengangkasa adalah burung elang dengan rentang sayap yang lebar. "Di sini saya bisa leluasa menyaksikan punggung elang," ucap Mudrika, Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang, yang memimpin 25 anggota rombongan kesenian Sumatera Barat.

"Amora! Amora!" begitu orang Ethiopia menyebut elang dalam bahasa nasional Amharic.

Di Addis Ababa ini pula gedung-gedung tua dengan arsitektur yang indah menghiasi hampir setiap jalan. Sebagai kota modern, Addis juga punya jalan layang, bandara megah (Bole International Airport) yang dibangun dengan biaya US$ 123 juta atau lebih dari Rp 1 triliun, pasar besar yang menjadi salah satu pusat grosir terbesar di Afrika (Mercato), dan salah satu hotel termegah di Afrika (Sheraton).

"Ethiopia adalah ibukota Afrika," kata Alwis Azizat Murad, Duta Besar Indonesia untuk Ethiopia. "Sekretariat bersama African Union yang beranggotakan 53 negara ada di sini."

Sumartoyo pada suatu malam mengajak saya melihat keindahan hotel Sheraton milik Muhammad Alimuddin, pengusaha Ethiopia yang tinggal di Yaman. Hotel yang dibangun pada 1997 dan memiliki luas beberapa hektare tersebut kini menjadi tempat favorit menginap para Emir dari negara-negara kaya minyak.

"Ini Ethiopia sebenarnya," ujarnya bercanda.

"Tepatnya, ini mimpi," jawab saya.

"Setidaknya orang Indonesia yang akan ke sini tak perlu lagi punya bayangan yang aneh-aneh. Pernah ada yang membayangkan di Ethiopia tak ada hotel. Dia mengira, dia akan tidur di atas tikar. Hahaha...," ujarnya terkekeh.

Saya jadi teringat cerita menjelang berangkat ke negeri penghasil kopi dan kulit ini. Apa jadinya jika ada anggota rombongan yang benar-benar membawa beras dan disedekahkan pada orang Ethiopia? Ah, ada-ada saja. Saya juga jadi teringat komentar lucu anak saya, "Di sana, ayah pasti jadi orang paling gendut se-Ethiopia." l yos rizal

PENUTUPAN

SESUDAH ANDA MEMBACA BLOG SAYA INI, SILAHKAN KUNJUNGI BLOG SAYA YANG LAIN. SILAHKAN LIHAT BLOG SAYA YANG LAIN DI PROFIL SAYA.
SESUDAH ANDA MEMBACA BLOG SAYA INI, SILAHKAN ANDA MENGAMALKAN APA SAJA YANG TERKANDUNG DIDALAMNYA.
JANGAN LUPA ANDA MEMBERI KOMENTAR DI BLOG SAYA INI
TERIMA KASIH


tertanda
si pembuat blog



fajar muhammad farhan

UCAPAN TERIMA KASIH

UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA:


Ø ALLAH YANG MAHA ESA

Ø NABI BESAR MUHAMMAD SAW.

Ø KEPADA ORANG TUAKU

Ø KEPADA SAUDARA DAN KELUARGAKU

Ø KEPADA TEMAN-TEMANKU YANG BAIK HATI DAN SENANG BERTEMAN DENGANKU

Ø KEPADA SEMUA WEBSITE DISELURUH DUNIA YANG TELAH MENGEMBANGKAN BLOGKU

Ø KEPADA BAND-BAND DI SELURUH NUSANTARA

Ø KEPADA GURU-GURUKU YANG SENANG MENGAJARIKU

Ø KEPADAMU YANG SETIA MEMBACA BLOGKU DAN MENGAMALKAN APA YANG ADA DIDALAMNYA


Daftar Semua Post