YOGYAKARTA - Kasus yang melibatkan kelompok Negara Islam Indonesia (NII) seperti tak habis diperbincangkan. Namun harus dibedakan NII dulu dan sekarang.
Pengamat intelijen Soeripto menilai, NII saat ini jauh berbeda dengan zaman Kartosuwiryo beberapa dekade silam.
“Saya meraya yakin, NII yang berkembang pesat di media massa sekarang ini merupakan NII gadungan. Ada peran intelijen asing yang menyusup dalam NII gadun
gan itu,” ucap mantan anggota Komisi I DPR ini dalam dialog bertajuk NII, Pergerakan dan Cara Menyikapinya di Auditorium Kampus Institut Sains dan Teknologi (IST) Akprind Yogyakarta, Selasa (24/5/2011).
Soeripto menyangsikan NII bawaan Kartosuwiryo masih eksis sampai saat ini. Sebab, sejarah NII yang pernah ada di Indonesia sudah lenyap sejak 1960-an.
Lebih jauh, Soeripto termasuk orang meyakini bahwa peran intelijen sangat besar dalam menghembuskan kasus NII belakangan ini. Tujuannya, untuk menggolkan rancangan undang-udang intelijen.
Isu ini, lanjut dia, sengaja diangkat karena terorisme sudah tidak menarik bagi masyarakat. “Publik sudah bosen mengenai isu terorisme. Maka dikembangkanlah isu NII ini,” ucap Soeripto.
Sementara itu, Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DIY, KRT Ahmad Muhsin Kamaludiningrat mengungkapkan NII saat ini sudah jauh menyimpang.
“NII yang berkembang saat ini, mengharamkan umat Islam di luar golongannya. Jelas sudah keliru, pemahaman seperti itu,” tegas Muhsin di kesempatan yang sama.
Kasi Bimbingan dan Penyuluhan Direktorat Polda DIY Kompol Ahmad Hanafi yang juga menjadi salah satu nara sumber, menjelaskan kasus NII yang terjadi di Yogyakarta, lebih bersifat penipuan dan penggelapan.
Menurutnya, belum ada tanda-tanda mengarah kepada tindakan mengancam negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau makar.
“Ada lebih dari 30 orang yang terjerat NII di Yogyakarta. Kebanyakan mereka (korban) rata-rata mahasiswi. Ada juga mahasiswi kedokteran (UGM). Waspada itu kunci utama agar terhidar dari kasus penipuan yang bergedok NII,” beber Hanafi.
0 komentar:
Posting Komentar