Kotoran babi memang membuat bau tidak sedap dan sering memicu protes warga. Namun di tangan Suratman, warga Boyolali, Jawa Tengah, kotoran babi dari peternakannya sudah dimanfaatkan sebagai biogas sejak 2007.
Ketika SCTV berkunjung ke peternakan, Senin (23/5), ternyata tak hanya kel
uarga Suratman yang memanfaatkan biogas. Para tetangga di sekitar peternakan babi itu juga dapat menikmati biogas tanpa harus mengeluarkan biaya tinggi.
Menurut Suratman, pemanfaatan limbah babi berawal dari keluhan warga yang terganggu dengan bau kotoran babi yang menyengat. Kemudian, Suratman mendapatkan penyuluhan dari pemerintah setempat agar kotoran babi itu dimanfaatkan sebagai biogas.
Dengan modal sekitar Rp 15 juta dibuatlah penampungan kotoran babi untuk biogas. Setelah jadi, ternyata volume kotoran babi menghasilkan biogas yang melimpah. Sehingga Suratman menawarkan kepada tetangganya untuk ikut menikmati biogas dari peternakaannya.
Dengan adanya biogas dari peternakan babi, kini belasan keluarga tetangga Suratman tidak perlu lagi membeli tabung gas untuk memasak. Para tetangga yang sebelumnya sempat memprotes peternakan babi Suratman, kini justru menjadi diuntungkan
Sebuah waduk kecil tempat menampung kotoran babi serta hewan ternak lain, tak hanya membuat bau lingkungan di sekitarnya. Waduk ini juga bisa mencemari aliran sungai, meracuni air tanah dan lebih parah lagi dapat meningkatkan kadar gas metan dan karbondioksida di udara.
Untuk itu, ilmuwan berlomba-lomba mencari cara alternatif untuk memanfaatkan kotoran hewan. Salah satu yang tengah gencar dilakukan adalah mencoba mengubah kotoran hewan agar menghasikan energi listrik ramah lingkungan. Namun masalahnya, belum ditemukan cara yang paling efektif dalam mengolah kotoran hewan menjadi sumber energi.
Tim ilmuwan yang dipimpin Trakarn Prapaspongsa dari Denmark kemudian menganalisa beragam cara yang digunakan perusahaan-perusahaan di Denmark dalam menangani kotoran babi. Mereka rata-rata memanfaatkan kotoran itu untuk menghasilkan listrik dengan menggunakan sistem seperti pencernaan anaerob atau incinerator (pembakaran).
Seperti dikutip dari New Scientist, Rabu (28/10/2009), dalam sistem pencernaan anaerob, bakteri memecah kotoran atau sampah dengan memanaskannya di dalam sebuah bejana bebas oksigen, kemudian melepaskan gas metan yang di gunakan dalam turbin gas. Sementara itu, incinerator membakar material untuk mendidihkan air dan menggerakkan turbin uap yang akan menghasilkan listrik.
Tim dari Aalborg University ini kemudian menemukan bahwa untuk efisiensi tinggi dalam produksi energi, cara pencernaan anaerob merupakan jawabannya.
Namun jika bermaksud meminimalisir emisi gas rumah kaca, maka kita harus mengambil prioritas. Pilihan terbaik adalah dengan cara memisahkan sampah bermateri padat dengan yang cair. Keringkan material padat, kemudian barulah membakarnya.
0 komentar:
Posting Komentar