Gerakan massa sejak 25 Januari lalu berhasil menumbangkan rezim Presiden Hosni Mubarak. Setelah itu muncul diskusi tentang siapa pengganti Mubarak?
Maklum, pemuda Mesir yang menggelar aksi unjuk rasa di Alun-alun Tahrir dan sekitarnya saat ini tidak dipayungi satu pemimpin, partai, atau kekuatan politik tertentu.
Kini muncul berbagai spekulasi tentang nama-nama yang akan memimpin Mesir hingga enam tahun mendatang. Masa jabatan presiden Mesir, sesuai konstitusi, berlangsung enam tahun.
Nama yang muncul antara lain mantan Direktur Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) Mohamed ElBaradei, yang kini memimpin Lembaga Nasional untuk Perubahan. Nama ElBaradei, peraih Hadiah Nobel Perdamaian 2005 atas jasanya soal nuklir, memang sedang berkibar.
Dubes AS untuk Mesir Margaret Scobey sudah beberapa kali menelepon Mohamed ElBaradei. Hal itu memberi pesan, AS menginginkan figur seperti ElBaradei untuk berperan pasca-era Mubarak. ElBaradei juga sering mendapat telepon dari beberapa pemimpin Barat.
Namun, ElBaradei masih berjuang keras untuk mendapat dukungan dari kekuatan politik dalam negeri. ElBaradei tergolong pemain baru di pentas politik Mesir.
Ia mendirikan Lembaga Nasional untuk Perubahan setahun lalu. Selama setahun terakhir, ElBaradei lebih banyak hidup di Vienna, Austria, ketimbang di Kairo. Ia baru kembali ke Kairo pada Selasa, 1 Februari, menyusul meledaknya gerakan massa anti-Mubarak itu.
ElBaradei yang berideologi liberal memang berhasil membangun koalisi dengan Ikhwanul Muslimin (sayap Islam), tetapi diduga koalisi itu hanya taktis saja demi menghadapi musuh bersama, rezim Mubarak.
Amr Mousa, mantan Menlu dan kini masih menjabat Sekjen Liga Arab, juga disebut-sebut. Mousa memiliki popularitas cukup baik di dalam negeri karena sikapnya selama menjabat Menlu (1991-2001) yang kritis terhadap Israel, AS, dan Barat.
Mousa, seperti dikutip harian Asharq Al Awsat, mendatangi para pengunjuk rasa di Alun-alun Tahrir. Ia mengklaim, sejumlah pengunjuk rasa mendukungnya untuk menjabat presiden Mesir mendatang. Ia menegaskan bersedia memikul peran apa pun pasca-Mubarak.
Mubarak abaikan sinyal
Tokoh lain yang muncul adalah Wakil Presiden Omar Suleiman. Dia dianggap berpengalaman karena dalam beberapa tahun terakhir ini dipercaya menangani isu-isu luar negeri yang penting, seperti Palestina, Sudan, dan hubungan Israel-Mesir. Hal itu membuat Sulaiman memiliki hubungan luas dengan tokoh-tokoh dunia. Ia juga dekat dengan AS dan barat.
Suleiman dengan pembawaan yang tenang juga dikenal bersikap rendah hati dan tidak suka dengan publikasi media.
Di dalam negeri, Suleiman dikenal bersih dan konsisten dalam bersikap. Bahkan, dalam beberapa bulan terakhir ini sempat muncul selebaran dan pamflet yang mendukung Suleiman sebagai presiden Mesir mendatang.
Sejumlah media massa AS dan Arab mengatakan, pernyataan Presiden AS Barack Obama tentang perlunya dilakukan peralihan kekuasaan segera di Mesir jelas bertujuan mendorong Mubarak untuk menyerahkan kekuasaan kepada Omar Suleiman.
Sayang, Mubarak tidak bersedia menangkap pesan ini sehingga massa terus memaksanya mundur tak terhormat. Oposisi juga menolak Suleiman.
Nama lain yang muncul adalah pemimpin partai Al Ghad, Ayman Nour. Ayman sudah bertarung dengan Mubarak pada pemilu presiden tahun 2005. Ia menduduki posisi kedua setelah Mubarak. Namun, nama Ayman akhir-akhir ini kurang berkibar, bahkan tenggelam menghadapi nama besar seperti ElBaradei, Omar Suleiman, bahkan Amr Mousa.
Nama terakhir yang juga disebut-sebut adalah Kepala Staf Angkatan Bersenjata Mesir Shami Anan. Sejumlah media AS, seperti The New York Times dan The Washington Post, sudah menyebut nama Shami Anan sebagai kandidat jika kubu oposisi gagal menampilkan satu kandidat kuat.
0 komentar:
Posting Komentar