Istilah mama's boy alias anak mami terlanjur memancarkan kesan negatif. Padahal, pria "anak mami" sebenarnya juga memiliki nilai positif.
Yang perlu Anda ketahui lebih dulu adalah, apa yang menyebabkan mereka disebut sebagai anak mami? Apakah karena mereka tumbuh dalam keluarga dimana ibu adalah sosok yang dominan (sehingga sosok ayah tak sepenuhnya "hadir")? Ataukah karena mereka dibesarkan oleh single parent, yaitu ibu?
Menurut psikolog dari Manhattan, New York City, Dr Joseph Cilona, seorang pria yang dibesarkan oleh ibu tunggal (single mom) yang tidak memiliki kemampuan mengasuh anak yang baik, cenderung mengabaikan anak, dan kasar, akan membentuk kepribadian anak lelaki ini menjadi kurang baik. Ketika dewasa, sang anak biasanya memiliki masalah serius bila berhubungan dengan perempuan dan dalam menjalin relasi.
Meskipun demikian, lanjutnya, “Pria yang dibesarkan secara eksklusif oleh perempuan juga bisa memiliki keuntungan dibandingkan pria yang tidak (berasal dari latar belakang tersebut), yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektif, mampu memahami perasaan (orang lain) maupun mengekpresikan perasaannya sendiri.”
Keuntungan ini, tentunya, muncul ketika pria tersebut memiliki hubungan yang baik dengan ibu mereka yang kebetulan menjadi single parent. Pria seperti ini sudah terlatih untuk mengurus diri sendiri, dan merawat ibu mereka, setidaknya bertindak sebagai partner bersama sang ibu yang selama ini tinggal bersamanya. Mereka telah belajar sejak kecil bagaimana menjadi suami yang baik, yang kebanyakan baru dialami pria lain belakangan ketika menikah.
Jadi, ketika Anda menghadapi pria "anak mami", terlebih dulu selidiki bagaimana latar belakangnya. Bila ia termasuk tipe yang terakhir ini, Anda tidak perlu khawatir. Dan inilah 6 alasan mengapa pria yang dibesarkan oleh single mombakal jadi Mr. Right buat Anda:
1. Mereka menghargai perempuan
“Pria yang dibesarkan oleh ibu mereka lebih mungkin mengembangkan sudut pandang bahwa semua orang itu sederajat bila menyangkut masalah gender, dan cenderung kurang menganut pandangan chauvinistic,” ujar Dr Cilona. Pria-pria seperti ini menganggap hubungan dengan sang ibu sebagai tim, dan menginginkan hubungan yang sama dengan pasangannya kelak.
2. Mereka rapi dan teratur
Mereka tidak ragu mencuci piring dan menyetrika, sebelum menunggang motornya menuju kantor. Mereka juga luwes saat berbelanja keperluan bulanan, membersihkan kamar mandi, dan mungkin juga mampu memasak (bayangkan, misalnya, saat si dia sedang mengolah bumbu chicken teriyaki; seksi bukan?). Mereka bersedia melakukan pekerjaan rumah tangga ini karena sadar rumah memang harus dirapikan; mereka tak bakal mengomel karena harus mengerjakannya.
3. Mereka mampu berkomunikasi dengan baik
“Karena sudah terbiasa mengekspresikan perasaan dan emosi secara langsung, lembut, dan lebih sering, pria-pria ini memiliki kemampuan memahami perasaan (orang lain) dengan lebih baik, selain mengidentifikasi dan menyampaikan pengalaman emosional mereka sendiri," ungkap Dr Cilona.
Kadang-kadang mereka bahkan bisa memahami perasaan pasangannya meskipun si pasangan belum mengucapkan sepatah kata pun. Mereka pandai membaca perasaan perempuan, dan seringkali lebih berani daripada pria mana pun dalam mengungkapkan perasaan. Tidak melulu tentang perasaan cinta ya, tetapi juga ketakutan atau kekhawatiran mereka tentang sesuatu hal.
4. Mereka bukan pengeluh
Ketika ada pekerjaan yang harus diselesaikan, pria seperti ini tidak takut melangkah maju, dan tidak mengeluh lebih dulu. Mereka mengerti penghargaan apa yang dapat diperoleh dari pekerjaan yang diselesaikan dengan baik. Dengan kata lain, Anda tidak harus menyuruh-nyuruh mereka untuk melakukan sesuatu.
5. Mereka cekatan
Menjadi pria satu-satunya di dalam keluarga sejak usia muda memang membutuhkan tanggung jawab besar. Namun salah satu keuntungan yang bisa didapatkan dari pengalaman ini (khususnya untuk kekasihnya nanti) adalah bahwa pria seperti ini sangat cekatan dalam menangani kerusakan ini-itu di rumah. Mereka juga mampu menghibur teman perempuannya yang sedang patah hati, dan mengesampingkan dulu egonya.
6. Mereka bertanggung jawab
Pria-pria ini tumbuh dalam keluarga yang, karena tuntutan, membuat mereka harus mampu mengatasi persoalannya sendiri. Tanpa kehadiran orangtua yang lengkap, yang akan selalu memastikan bahwa makan siangnya sudah tersedia, atau selalu ada untuk menemani membuat PR, mereka belajar untuk bertanggung jawab dengan diri mereka sendiri. Mereka sangat hati-hati dengan komitmen yang telah mereka buat, karena mereka hampir selalu harus menjaganya. Hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah membuat pasangan mereka kecewa.
0 komentar:
Posting Komentar