- Seif al-Islam Gadhafi (39), akhirnya berhasil ditangkap pasukan pemberontak Libya di Tripoli. Seif adalah putra sekaligus penasihat utama Pemimpin Tertinggi Libya Moammar Khadafi.
Ia sempat dinilai sebagai sosok yang reformis, namun akhirnya Seif muncul sebagai pembela utama rezim Khadafi. Lalu bagaimanakah sosok Seif sebenarnya?
Bulan Februari 2011, saat awal bergolaknya Libia, Seif al-Islam Khadafi yang merupakan putra kedua
Khadafi mengatakan, keluarganya tidak pernah berniat meninggalkan Libya, walau apapun yang terjadi. "Kami memiliki rencana A, rencana B, dan rencana C. Rencana A adalah untuk hidup dan mati di Libya. Rencana B untuk hidup dan mati di Libya, serta rencana C adalah untuk hidup dan mati di Libya," kata Seif seperti dikutip dari CNN.
Namun Minggu (21/8/2011) malam, saat pemberontak berhasil memasuki Tripoli, Seif berhasil ditangkap. Sejauh ini ia adalah pejabat tertinggi di pemerintahan Khadafi yang berhasil ditahan oleh pasukan pemberontak.
Ia bersama ayahnya adalah dua sosok yang sejak lama dicari Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC). Bulan Juni 2011, pengadilan itu mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk mereka berdua, dengan tuduhan kejahatan kemanusiaan.
Sejumlah kalangan mengatakan, sejak lama Seif memang disiapkan untuk menjadi Putra Mahkota, menggantikan ayahnya. Namun Seif membantah hal itu, dan mengatakan, ia sama sekali tidak memiliki keinginan untuk menjadi penguasa Libya.
Dukungan Seif untuk ayahnya bisa dikatakan sebagai hal yang mengejutkan. Pasalnya banyak orang melihat sifat maupun perilaku Seif selama ini adalah kebalikan dari yang dimiliki Khadafi. Misalnya ketika tahun lalu Khadafi meluncurkan program dan kampanye menghancurkan semua kebudayaan asing di Libya, baik kebudayaan barat maupun kebudayaan timur, Seif justru selalu berbicara dengan bahasa Inggris.
Selain itu, Seif juga berhasil meraih gelar PhD dari London School of Economics. Ia juga sering menulis di New York Times, dan kerap pergi keluar negeri melakukan pembicaraan dengan para pejabat internasional.
Jika Khadafi selalu mengenakan gaun khas sebuah suku di Libya kemana pun ia pergi, dan selalu tidur di tenda, sebaliknya Seif justru selalu tampil dengan pakaian ala barat, yakni sebuah jas dan dasi.
Dalam pekerjaan pun demikian. Sebelum tahun 2009, saat ayahnya asyik memerintah di Libya, Seif justru memilih aktif di yayasan amal Khadafi. Ketika Khadafi menjalankan kekuasaannya dengan memberlakukan pembatasan hak-hak sipil, Seif justru tampil sebagai seorang advokat hak asasi manusia, yang mendorong terjadinya reformasi demokrasi dan kelembagaan yang bisa memberikan lebih banyak kekuatan dan kebebasan untuk orang, setidaknya sebelum terjadinya pemberontakan.
Ia sempat dinilai sebagai sosok yang reformis, namun akhirnya Seif muncul sebagai pembela utama rezim Khadafi. Lalu bagaimanakah sosok Seif sebenarnya?
Bulan Februari 2011, saat awal bergolaknya Libia, Seif al-Islam Khadafi yang merupakan putra kedua
Khadafi mengatakan, keluarganya tidak pernah berniat meninggalkan Libya, walau apapun yang terjadi. "Kami memiliki rencana A, rencana B, dan rencana C. Rencana A adalah untuk hidup dan mati di Libya. Rencana B untuk hidup dan mati di Libya, serta rencana C adalah untuk hidup dan mati di Libya," kata Seif seperti dikutip dari CNN.
Namun Minggu (21/8/2011) malam, saat pemberontak berhasil memasuki Tripoli, Seif berhasil ditangkap. Sejauh ini ia adalah pejabat tertinggi di pemerintahan Khadafi yang berhasil ditahan oleh pasukan pemberontak.
Ia bersama ayahnya adalah dua sosok yang sejak lama dicari Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC). Bulan Juni 2011, pengadilan itu mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk mereka berdua, dengan tuduhan kejahatan kemanusiaan.
Sejumlah kalangan mengatakan, sejak lama Seif memang disiapkan untuk menjadi Putra Mahkota, menggantikan ayahnya. Namun Seif membantah hal itu, dan mengatakan, ia sama sekali tidak memiliki keinginan untuk menjadi penguasa Libya.
Dukungan Seif untuk ayahnya bisa dikatakan sebagai hal yang mengejutkan. Pasalnya banyak orang melihat sifat maupun perilaku Seif selama ini adalah kebalikan dari yang dimiliki Khadafi. Misalnya ketika tahun lalu Khadafi meluncurkan program dan kampanye menghancurkan semua kebudayaan asing di Libya, baik kebudayaan barat maupun kebudayaan timur, Seif justru selalu berbicara dengan bahasa Inggris.
Selain itu, Seif juga berhasil meraih gelar PhD dari London School of Economics. Ia juga sering menulis di New York Times, dan kerap pergi keluar negeri melakukan pembicaraan dengan para pejabat internasional.
Jika Khadafi selalu mengenakan gaun khas sebuah suku di Libya kemana pun ia pergi, dan selalu tidur di tenda, sebaliknya Seif justru selalu tampil dengan pakaian ala barat, yakni sebuah jas dan dasi.
Dalam pekerjaan pun demikian. Sebelum tahun 2009, saat ayahnya asyik memerintah di Libya, Seif justru memilih aktif di yayasan amal Khadafi. Ketika Khadafi menjalankan kekuasaannya dengan memberlakukan pembatasan hak-hak sipil, Seif justru tampil sebagai seorang advokat hak asasi manusia, yang mendorong terjadinya reformasi demokrasi dan kelembagaan yang bisa memberikan lebih banyak kekuatan dan kebebasan untuk orang, setidaknya sebelum terjadinya pemberontakan.
0 komentar:
Posting Komentar